TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menjelaskan tindak lanjut lima pokok temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Laporan Keuangan tahun anggaran 2018 lalu.
"Ada 5 pokok temuan BPK dan tindaklanjut yang telah kami lakukan atas laporan keuangan tahun anggaran 2018. Salah satunya yaitu penertiban penatausahaan persediaan di beberapa satuan kerja," ujar Menteri Basuki di rapat Komisi V DPR RI, Rabu, 15 Juli 2020.
Dari temuan pokok tersebut, Kementerian PUPR sudah menindaklanjuti dengan berbagai upaya, antara lain perbaikan database barang milik negara (BMN), penyesuaian pencatatan barang konsumsi dan barang pemeliharaan, dan inventarisasi persediaan.
Temuan pokok kedua yaitu penatausahaan aset tak berwujud yang memadai. Kementerian PUPR menindaklanjuti hal ini dengan menelusuri aset tak berwujud yang tidak dapat teridentifikasi.
Temuan pokok ketiga yakni kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal tahun anggaran 2018 senilai Rp52,86 milyar. Dari temuan ini Kementerian PUPR telah mengambil langkah yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Cipta Karya telah menyetor ke kas negara terhadap kelebihan pembayaran atas kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan.
Baca Juga:
Temuan keempat yaitu penyesuaian realisasi keuangan pekerjaan kontrak tahun jamak dengan kemajuan fisik riil lapangan minimal senilai Rp 73,05 miliar dan pertanggungjawaban potensi kelebihan pembayaran senilai Rp 26,93 miliar.
Langkah PUPR dalam menindaklanjuti temuan ini yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, dan Bina Marga telah menyetor ke kas negara terhadap kelebihan pembayaran atas pekerjaan fisik.
Temuan pokok kelima adalah kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang pada satuan kerja tanggap darurat permukiman pusat. Tindaklanjut PUPR yaitu Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dilakukan koreksi pencatatan aset yang dikeluarkan sebesar Rp88,01 milyar pada laporan keuangan tahun anggaran 2019.
"Dengan langkah tindaklanjut yang dilakukan tersebut, di mana 2018 lalu Kemen PUPR mendapatkan opini wajar dengan pengecualian [WDP] dari BPK, menjadi wajar tanpa pengecualian [WTP] untuk tahun anggaran 2019," ujarnya.
Adapun dalam lima tahun terakhir, Kementerian PUPR mendapatkan dua kali opini WDP dari BPK yaitu 2015 dan 2018, sedangkan opini WTP sebanyak tiga kali yaitu 2016, 2017, dan 2019.
BISNIS