TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Himpunan Pembudi Daya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendy Wong membeberkan, sejumlah faktor yang menyebabkan budidaya lobster di Indonesia kalah dengan Vietnam. Pertama, kata dia, suhu di Tanah Air sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang komoditas tersebut.
"Suhu paling baik untuk lobster itu 24 derajat (Celcius). Cocok dengan Vietnam yang suhunya rata-rata lebih rendah 2 derajat dengan Indonesia," tuturnya dalam diskusi virtual, Selasa, 14 Juli 2020.
Suhu tersebut mendorong tingkat mortalitas benur menjadi lebih rendah dan nafsu makannya cenderung stabil. Adapun karakteristik lainnya yang mendorong bertahannya lobster juga dipicu oleh pencahayaan.
Lobster, kata Effendy, umumnya hidup di kedalaman 7-12 meter dengan sinar matahari yang relatif lebih sedikit. Sedangkan bila dibudidaya dengan jaring kerangkeng ditempatkan di kedalaman 3 meter, kualitas lobster tidak akan terlampau baik.
Karakteristik habitat untuk budidaya lobster ini sudah lebih dulu dipelajari oleh Vietnam. Karena itu, untuk mengejar ketertinggalan produksi lobster dengan negara tersebut, Indonesia bisa mulai melakukan pembudidayaan dengan cara membenamkan keramba jaring apung di kedalaman 6-7 meter.
"Atau pembudidaya yang punya kemampuan menyelam, itu lebih baik. Mereka bisa buat tali panjang diikat dengan rantai atau membuat kerangkeng di bawah tanpa KJA," tuturnya.
Selanjutnya, Effendy meminta pemerintah juga memikirkan akses pasar seandainya budidaya telah digalakkan. "Balai-balai riset juga harus dipelajari supaya kualitas kita enggak kalah dengan Vietnam," ucapnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi budidaya lobster sepanjang lima tahun mendatang bakal meningkat mencapai tujuh kali lipat dari tahun ini. Pada 2024, target produksi komoditas itu didorong menyentuh 7.220 ton.
Sedangkan pada 2020, pemerintah menetapkan proyeksi hasil budidaya lobster sebesar 1.377 ton. Jumlah itu diharapkan akan terus mengalami kenaikan. Pada 2021, misalnya, pemerintah menetapkan target sebesar 2.369 ton. Kemudian pada 2022 diperkirakan meningkat menjadi 4.205 ton dan 2023 sebesar 4.965 ton.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA