TEMPO.CO, Jakarta - Sejalan dengan indeks manufaktur rilisan Bank Indonesia (BI), Prompt Manufacturing Index (PMI), yang menunjukkan sektor besi dan baja berada di level 27,81 pada kuartal II 2020, Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) meyakini perbaikan PMI sektor besi dan baja akan terjadi pada kuartal III 2020.
Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry mengatakan anjloknya industri baja nasional pada kuartal II 2020 disebabkan penetapan protokol pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pasalnya, protokol tersebut menghentikan kegiatan konstruksi hampir di seluruh daerah.
Baca Juga:
"Pada kuartal III 2020 ini mulai ada masa transisi. Jadi, tentu kami semua bergairah untuk bangun kembali setelah [pelonggaran] PSBB diberlakukan," ujarnya kepada Bisnis, Senin, 13 Juli 2020.
Ismail menyarankan pemerintah memberikan kelonggaran regulasi bagi industri baja untuk mempermudah perbaikan utilitas pabrikan. Menurutnya, pemerintah telah berkomitmen untuk melonggarkan beberapa regulasi di industri baja, namun realisasi komitmen tersebut urung terjadi.
Adapun, komitmen yang dimaksud adalah pelonggaran impor sekrap baja, pengeluaran slag industri baja dari daftar limbah berbahaya dan beracun (B3), dan peningkatan tingkat komponen dalam negeri. Presiden Jokowi telah mengarahkan kabinetnya untuk melonggarkan impor sekrap baja dan pengeluaran slag baja dari daftar limbah B3 pada kuartal I 2020.
Selain itu, Ismail berharap swasta maupun pemerintah kembali menggerakkan proyek-proyek konstruksi pada paruh kedua 2020. Menurutnya, pengerjaan proyek konstruksi akan meningkatkan permintaan pada industri baja.
Namun demikian, Ismail meramalkan pertumbuhan produksi baja pada akhir 2020 akan negatif jika dibandingkan dengan realisasi akhir 2019. Pasalnya, lanjutnya, pemberlakuan PSBB pada kuartal II 2020 membuat seluruh permintaan baja pada kuartal tersebut hilang.
Ismail menilai sangat sulit bagi pabrikan baja nasional untuk mengejar produksi pada satu kuartal penuh. Namun demikian, lanjutnya, penurunan pertumbuhan produksi baja pada akhir tahun ini tidak akan mencapai 10 persen.
Ismail meramalkan utilitas mayoritas baru dapat menyentuh level 50 persen pada kuartal IV 2020 jika proyek-proyek konstruksi kembali berjalan. Adapun, saat ini utilitas industri baja berada di kisaran 30 persen atau turun dari posisi awal tahun di kisaran 70 persen.
Di sisi lain, Ismail menyatakan penurunan tarif gas pada awal semester II/2020 dapat membantu pemulihan industri baja nasional. Namun demikian, lanjutnya, utilitas industri baja belum dapat kembali ke posisi prapandemi hingga akhir 2020.
Menurutnya, konsumsi gas oleh industri baja tidak akan meningkat pada tahun ini walaupun tarif gas sudah diturunkan. Pasalnya, lanjutnya, permintaan baja nasional merosot seiring tertundanya proyek konstruksi pemerintah maupun swasta pada awal pandemi Covid-19.
"Kalau [penurunan tarif gas] dilakukan saat kondisi normal, roda industri baja akan bergerak lebih cepat. Tapi, ini baru dilaksanakan 4 tahun kemudian [setelah penerbitan Perpres No/40/2016] dan diterapkan saat pandemi," katanya.
BISNIS