Ekspor pertama dilakukan pada 12 Juni lalu oleh PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic. Kedua perusahaan mengirimkan benur ke Vietnam dengan jumlah 14 koli. Kemudian ekspor kedua pada 9 Juli lalu oleh empat eksportir yang meliputi PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, PT Grahafood Indo Pacific, dan UD Samudra Jaya. Keempat perusahaan mengirimkan 35 koli.
Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengatakan, benur di kalangan nelayan di sekitar pesisir Lampung-Sumatera Barat masih ditawar dengan harga yang sangat murah, yakni hanya Rp 4.000 per ekor. Catatan ini berdasarkan hasil pantauan Walhi beberapa waktu lalu di pesisir tersebut pasca-ekspor benur dibuka.
Dengan nilai tawar yang sangat murah di tingkat nelayan, kata Zenzi, pasar lobster dalam negeri menjadi terancam. Ia menduga kondisi ini akan mendorong perdagangan komoditas lobster di Tanah Air berada di bawah kendali Vietnam.
“Kita akan di bawah kendali Vietnam karena mereka banjir (benur) dari Indonesia. Sekarang orang berebut menangkap lobster untuk dikirim, jadi pasar kita bisa dikendalikan oleh Vietnam,” ujar Zenzi saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Juli pekan lalu.
Alih-alih membuka ekspor benur, Zenzi mengatakan pemerintah semestinya berfokus pada budidaya lobster yang lebih memadahi untuk meningkatkan nilai tambah di nelayan. Sehingga pada masa mendatang, Indonesia dapat menjadi pasar besar bagi perdagangan lobster di level global.