Dalam beleid PM 12 Tahun 2020, para eksportir mesti melakukan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudi daya setempat berdasarkan rekomendasi Ditjen Perikanan Budidaya. Eksportir telah berhasil melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri ditunjukkan dengan sudah adanya panen berkelanjutan dan telah melepasliarkan lobster sebanyak dua persen dari pembudidayaan dan dengan ukuran sesuai hasil panen.
Eksportir pun harus terdaftar di Ditjen Perikanan Tangkap KKP dan memiliki Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota yang membidangi perikanan pada pemerintah daerah setempat. Selanjutnya, benih lobster hanya boleh didapt dari nelayan kecil penangkap benih lobster yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan. Penangkapan hanya diperkenankan menggunakan alat tangkap pasif dan penangkap benih lobsternya ditetapkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap.
Berikutnya, ekspor benih lobster dilakukan melalui bandara yang telah ditetapkan oleh badan karantina ikan, sebagai tempat pengeluaran khusus benih lobster. Waktu pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) nantinya dilaksanakan dengan mengikuti ketersediaan stok di alam yang direkomendasikan oleh Komnas KAJISKAN dan ditetapkan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
Selanjutnya, harga patokan terendah benih bening lobster di nelayan akan ditetapkan oleh direktorat jenderal bidang perikanan tangkap. Harga patokan terendah benih lobster di nelayan tersebut akan menjadi dasar pertimbangan dan usulan harga patokan ekspor yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan. Saat ini, berdasarkan aturan, harga batas minimal.yang diterima nelayan adalah Rp 5.000 per ekor. Di sisi lain, penetapan kuota dan lokasi penangkapan benih lobster akan dilakukan setiap tahun.