TEMPO.CO, Jakarta – Pendiri PT Bank Mayapada Tbk, Dato Sri Tahir, tengah meyakinkan nasabah bahwa banknya berada dalam kondisi baik-baik saja setelah nama perusahaan itu terseret dalam pusaran kasus PT Asuransi Jiwasraya. Dalam dua bulan terakhir, ia mengakui telah keliling ke daerah-daerah untuk menahan gelombang rush.
“Saya lagi jagain bank ini setengah mati,” katanya seperti dikutip dalam wawancara khusus dengan Majalah Tempo edisi 11 Juli 2020.
Untuk menjaga likuiditas supaya tak mengkeret, anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu pun menyatakan telah berupaya menyuntik bank melalui penambahan modal. Baru-baru ini, Bank Mayapada menambah modal sebesar Rp 3,5 triliun. Deposan terbesar senilai Rp 1,5 triliun, kata Tahir, merupakan anaknya.
“Dan minggu lalu saya baru setor modal kontan Rp 1 triliun. Saya enggak punya duit enggak apa-apa,” katanya.
Tahir mengakui, penarikan dana nasabah memang ada. Namun, kondisi ini tidak sampai memicu nasabah beramai-ramai menarik dana simpanannya. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan di situs resmi perseroan, dana pihak ketiga Mayapada pada akhir Juni lalu tercatat sebesar Rp 62,3 triliun atau berkurang Rp 10,9 triliun dari posisi Maret.
Bank Mayapada Internasional masuk dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu dari tujuh bank yang bermasalah berdasarkan audit lembaga tersebut terhadap pengawasan OJK kepada bank umum periode 2017-2019.
Berdasarkan laporan majalah Tempo, Bank Mayapada tersandung dalam konsentrasi kredit ke empat grup usaha yang terindikasi melanggar batas maksimal penyaluran kredit. Empat grup itu adalah Hanson International, Intiland, Saligading Bersama, dan Mayapada Grup sendiri.
Indikasi pelanggaran BMPK tersebut ditemukan oleh OJK. Temuan itu lalu menjadi isi audit BPK terhadap OJK. Salah satu komitmen penyelesaian masalah tersebut menurut OJK adalah penambahan modal ke bank. Namun, tambahan senilai Rp 3,5 triliun itu tidak cukup untuk menutup konsentrasi kredit ke empat grup yang mencapai Rp 24,1 triliun.
OJK pun meminta kredit itu dilunasi dengan cara mengambilalih aset yang diagunkan oleh empat grup tersebut.
Simak wawancara lengkap bersama Tahir dalam Majalah Tempo edisi 11 Juli.
MAJALAH TEMPO