TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengakui dana talangan dari pemerintah senilai Rp 8,5 triliun hingga kini belum mengucur.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan sebelum likuiditas mengucur perusahaan telah melakukan segala upaya untuk menjaga kas perusahaan. Salah satunya adalah negosiasi ke sejumlah mitra dalam industri penerbangan guna memperoleh relaksasi.
“Sejauh ini belum ada update [dana talangan], belum mengucur juga. Singkatnya, saat ini kami melakukan apapun yang bisa kami lakukan untuk menjaga cash perusahaan,” jelasnya, Minggu 12 Juli 2020.
Maskapai pelat merah tersebut dengan segala upaya akan meningkatkan pendapatan dari penumpang melalui rightsizing untuk meningkatkan margin di rute-rute potensial. Selain itu juga meningkatkan pendapatan kargo berjadwal.
Emiten berkode saham GIAA ini masih meningkatkan pendapatan yang berkelanjutan dengan membuat kerja sama kemitraan jangka pendek dan jangka panjang untuk kargo maupun sewa pesawat (charter).
Menurut Irfan kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dan menghadapi tantangan-tantangan eksternal akan bergantung pada kemampuan untuk menghasilkan arus kas yang cukup. Hal ini bertujuan agar dapat membayar liabilitas secara tepat waktu dan mematuhi persyaratan dan ketentuan perjanjian kredit.
Irfan tak menampik sejumlah tantangan di luar kendali grup dapat memberikan dampak buruk terhadap kinerja keuangan dan kemampuan grup dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.
Di antaranya Kebijakan Pemerintah tentang Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah yang mempengaruhi fleksibilitas Garuda Grup dalam mengelola harga tiket untuk penerbangan domestik. Selain itu juga volatilitas harga avtur yang mempengaruhi arus kas dan beban operasional penerbangan, volatilitas kurs Rupiah terhadap dolar yang mempengaruhi arus kas operasional dan pendapatan usaha.
Sebelumnya, Irfan pun sempat membandingkan besaran penempatan dana talangan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dengan suntikan likuiditas oleh otoritas Singapura kepada Singapore airlines (SIA).
Irfan menjelaskan pemerintah menjanjikan dana talangan senilai Rp8,5 triliun atau US$500 juta tetapi prosesnya masih berlangsung. Menurutnya keterlibatan pemerintah menjadi wajar karena hampir seluruh pemerintah di dunia juga turun tangan membantu maskapainya karena industri ini juga menyangkut aktivitas yang menghubungkan perekonomian.
“SIA dapat US$11,5 miliar penempatan dana pemerintah menghadapi pandemi, Singapura memang beda lah. Namun, kami harus menerima kenyatan Garuda menerima US$500 juta sedangkan SIA ini US$11,5 miliar,” ujarnya.
Irfan mengatakan dana talangan ini nantinya akan digunakan untuk modal kerja. Selain itu, dana talangan ini juga akan digunakan untuk langkah-langkah efisiensi yang akan dilakukan oleh maskapai dengan jenis layanan full service ini.
"Untuk modal kerja, rencana-rencana efisiensi yang dilakukan Garuda karena siapapun memastikan uangnya kembali. Bagaimana itu kami memberikan mereka program rencana ke depan dari sisi penjualan dan pendapatan maupun efisiensi perusahaan," ujarnya .