TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyoroti kegagalan tata kelola industri finansial di Indonesia menjadi risiko utama bagi kreditor dan investor. Sektor lembaga keuangan yang memiliki risiko gagal bayar utang terbesar ialah industri Keuangan Non Bank (IKNB).
"Pelemahan sektor keuangan juga semakin tertekan akibat pandemi virus corona, sehingga meningkatkan risiko kebangkrutan dan kerugian bagi investor dalam jangka pendek," kata Fitch seperti dikutip dari laporannya, Jumat, 10 Juli 2020.
Industri Keuangan Non Bank disebut menjadi institusi yang paling berisiko gagal bayar karena memiliki regulasi yang tidak seketat perbankan di Indonesia. Meskipun sudah ada penguatan regulasi dan pengawasan dalam beberapa tahun terakhir.
Potensi default itu kerap dikaitkan dengan produk deposito berjangka tinggi yang dipasarkan oleh asuransi, koperasi, dan manajer investasi kepada masyarakat umum. Deposito biasanya menghasilkan pengembalian yang signifikan di atas suku bunga pasar, dan sering dijual kepada pelanggan ritel melalui saluran bancassurance atau agen pihak ketiga.
Seperti diketahui, sejak 2018, kasus gagal bayar industri finansial di Indonesia telah mengakibatkan kerugian hingga US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 50,4 triliun (kurs Rp 14.413 per dolar AS). Kasus yang paling mencuat adalah korupsi di BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), yang menyebabkan gagal bayar US$ 1,2 miliar pada Oktober 2018.
Hal itu karena praktik manipulasi dan suap yang melibatkan investor senior. Kasus ini pun masih berlanjut proses hukumnya di Kejaksaan Agung. Kasus Jiwasraya juga terjadi tak lama setelah PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, melaporkan piutang fiktif, sehingga menyebabkan gagal bayar utang sebesar US$ 300 juta.
Selain itu, ada juga kasus besar lain, seperti kegagalan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (Koperasi Indosurya) untuk membayar kembali simpanan sebesar US$1 miliar. "Kasus besar itu mencuat pada akhir 2019 hingga kuartal I/2020," kata Fitch.
Adapun industri perbankan disebut relatif lebih aman karena belum mengalami gagal bayar akibat problem tata kelola perusahaan. Namun struktur tata kelola perbankan khususnya BUMN, mencerminkan risiko pemerintah yang menggunakan haknya sebagai pemegang saham pengendali untuk mengatur jajaran dewan perusahaan, misalnya untuk mendukung inisitif kebijakan negara.