TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengatakan pasar lobster di dalam negeri tengah menghadapi ancaman serius setelah pemerintah membuka pintu ekspor benih lobster. Zenzi menduga kondisi ini akan mendorong perdagangan komoditas lobster di Tanah Air berada di bawah kendali Vietnam.
“Kita akan di bawah kendali Vietnam karena Vietnam banjir (benur) dari Indonesia. Sekarang orang berebut menangkap lobster untuk dikirim, jadi pasar itu bisa dikendalikan oleh Vietnam,” ujar Zenzi saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Juli 2020.
Zenzi mengungkapkan, persoalan ini dalam jangka panjang malah akan berpotensi merusak potensi ekonomi maritim di Tanah Air meski kuota ekspor sudah dibatasi. Apalagi, kata dia, saat ini nilai jual benur di kalangan nelayan ditawar dengan harga yang sangat murah, yakni hanya Rp 4.000 per ekor.
Nilai itu mendorong pihak-pihak tertentu menangkap bayi lobster dengan jumlah besar untuk memperoleh keuntungan yang jumbo. Masalah ini pun, menurut Zenzi, serupa dengan pasar cengkeh yang rusak karena diekspor dengan harga terlalu rendah pada masa lampau.
Alih-alih membuka ekspor benur, Zenzi mengatakan pemerintah semestinya berfokus pada budidaya lobster yang lebih memadahi untuk meningkatkan nilai tambah di nelayan. Sehingga pada masa mendatang, Indonesia dapat menjadi pasar besar bagi perdagangan lobster di level global. “Dari angka benur jadi lobster hanya 1 persen, kalau dibudidaya bisa sampai 75 persen, jadi produksi lobster bisa 75 kali lipat dari sekarang,” tuturnya.
Zenzi lantas meminta pemerintah untuk segera mencabut izin-izin ekspor bayi lobster yang telah dikeluarkan dan berfokus untuk mengembangkan budidaya. “Apalagi budidaya di negara kita masih kolam-kolam."