Bila ada masalah dalam tata kelola bank ataupun tidak patuh pada ketentuan OJK, juga menjadi pertimbangan LPS dalam memberikan penempatan dana. "LPS berikan penempatan dana pada bank yang mengalami masalah keuangan, dan masalah keuangan kalau dibiarkan bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan dan ini sifatnya hanya sementara," katanya.
Lebih jauh Halim menyebutkan, LPS tidak bisa membantu penyelamatan bank melebihi ketentuan 30 persen dari total kekayaan. Artinya, dari aset senilai Rp 128 triliun, LPS hanya bisa menyisihkan dana senilai Rp 38,4 triliun untuk menempatkan dana pada bank. "Kami tidak bisa lebih dari itu."
Saat ini, menurut Halim, likuiditas LPS relatif tidak bertumbuh karena ada pemberian keringanan pada bank dalam menyetorkan premi. Namun, kenaikan likuiditas LPS bisa datang dari hasil investasi yang dilakukan.
Soal ketentuan likuiditas LPS minimal telah diatur dalam PP 49/2017. Beleid itu mengatur tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan.
Setiap enam bulan sekali, LPS menyampaikan kebutuhan likuiditas dan akan ditangani pemerintah jika terjadi di bawah treshold. "LPS bisa ajukan pinjaman, dalam konteks Perppu 1/2020, pemerintah bisa terbitkan surat berharga negara dijual ke Bank Indonesia dan uangnya kan digunakan untuk tambah kebutuhan likuiditas ketika bank-bank bermasalah," kata Halim.
BISNIS