TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengritik pemerintah yang dinilai masih business as usual dalam menangani Covid-19. Ia sependapat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait perlunya sense of crisis pada seluruh pemangku kepentingan di tengah masa pandemi ini.
Kendati demikian, Faisal juga menyoroti sikap Jokowi yang beberapa kali mengeluh kepada bawahannya. "Persoalannya Pak Jokowi enggak bisa mengeluh terus. Dia punya kuasa luar biasa untuk membuat tindakan-tindakan luar biasa sebagai presiden," ujar dia dalam diskusi daring, Jumat, 10 Juli 2020.
Selaku Presiden, kata Faisal, Jokowi justru mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2020 yang kini menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020. Ia mempersoalkan beleid itu lantaran isinya bukan rencana darurat dalam menangani wabah Covid-19, melainkan justru untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
Padahal, ia mengatakan penanganan Covid-19 yang tepat adalah kunci dalam memulihkan kembali ekonomi. Sehingga, ia meminta pemerintah fokus kepada penanganan wabah sebelum menyelesaikan persoalan ekonomi dan bukan sebaliknya.
Di sisi lain, Faisal juga menyoroti pemerintah yang tidak terbuka mengenai data terkait Covid-19 di Tanah Air. "Angka kematian hampir 15.000 orang tapi yang tercatat baru 3.000 orang, sehingga sense of crisis masyarakat juga rendah karena merasa yang meninggal baru sedikit," ujar dia.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah agar mengerahkan sumber dayanya untuk menangani pandemi. "Karena semakin amburadul semakin enggak jelas juga prospek ekonominya."
Dalam sidang kabinet di Istana Negara, 18 Juni 2020, Presiden Jokowi melontarkan sejumlah komentar pedas kepada para menteri. Jokowi menganggap sejumlah pihak tak bekerja dengan baik di masa pandemi. Dia pun sempat mengeluarkan ancaman reshuffle.
Pada 29 Juni lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan alasan video teguran Presiden Jokowi pada kepada menterinya pada 18 Juni baru diunggah pada 28 Juni 2020.
Menurut Moeldoko, Presiden ingin agar para menteri dan para pembantunya memahami dengan cepat, mencari cara-cara yang baru yang bisa memotong agar sesuatu bisa dijalankan dengan cepat dan tepat.
"Berikutnya tidak pernah menyerah kalau perlu bekerja 24 jam karena situasi ‘extraordinary’ itu gambaran-gambaran yang tersirat dari apa yang diinginkan Presiden," kata dia.
CAESAR AKBAR | ANTARA