TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Amin Abdullah yang menyebut dirinya sebagai nelayan di Lombok, Nusa Tenggara Barat menceritakan usaha pengusaha yang ingin mendapatkan izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.
Pengusaha, kata Amin, gencar mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berprofesi sebagai nelayan. KTP yang banyak dikumpulkan itu kemudian didaftarkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sehingga, para calon eksportir ini dapat dengan mudah mendapat jatah ekspor benur.
"Saya sampaikan fakta di lapangan, semua perusahaan ini turun ke lapangan untuk mendata nelayan, mencari KTP nelayan dalam rangka mencari kuota untuk dapat ekspor benih lobster," kata Amin dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Serikat Nelayan NU, Jumat 10 Juli 2020.
Amin mengatakan, kebanyakan nelayan yang dimintai KTP tak paham pengurusan izin untuk menjadi penangkap benur. Yang paham, kata dia, justru para pengusaha tersebut. Hal ini kemudian dimanfaatkan para calon eksportir untuk mendaftarkan para nelayan.
"Yang terjadi ke depan adalah akan terjadi konflik. Bahwa "Oh, saya dari gunung punya izin menangkap benih. Kamu enggak boleh karena enggak punya izin." Itu yang terjadi. Menurut saya sih yang penting untuk diawasi ketat adalah perusahaannya," ujar Amin.