TEMPO.CO, Jakarta - Akhir Juli 2020, kesepakatan untuk pembukaan travel bubble diharapkan bisa rampung. Ini adalah salah satu kebijakan pemerintah memulihkan pariwisata yang terdampak Covid-19.
"Rencana, harusnya akhir Juli sudah dapat disepakati," kata Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Odo R.M. Manuhutu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 10 Juli 2020.
Travel bubble adalah pembukaan zona batas lintas negara yang memungkinkan warganya bepergian asal tidak melampaui area yang sudah ditetapkan. Negara yang pertama kali mewacanakan pembukaan travel bubble adalah Selandia Baru dan Australia.
Data terakhir kunjungan turis asing dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2 Juni kemarin. Ternyata, sepanjang Mei 2020, sudah ada kenaikan turis asing 3,1 persen (month-to-month/mtm).
Meski demikian, angka secara tahunan masih menurun. Jumlah turis asing 163,6 ribu pada Mei 2020, masih lebih rendah 29,08 persen dari Mei 2019.
Adapun rencana pembukaan travel bubble ini sudah diumumkan Odo sejak 12 Juni 2020. Pembukaan travel bubble disiapkan dengan empat negara, yaitu Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Australia.
"Travel bubble sudah dibahas dalam rapat terbatas tentang pariwisata pada 28 Mei 2020. Namun harus dibuka degan memperhatikan protokol kesehatan," tutur Odo dalam konferensi pers 12 Juni 2020.
Meski demikian, Deputi Bidang Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata Hari Santosa Sungkari mengatakan pemulihan pariwisata tidak akan sebentar. "Perlu waktu untuk kembali," kata dia.
Pada 2019, jumlah kunjungan turis asing ke Indonesia mencapai 16,11 juta kunjungan. Menurut Hari, angka ini baru akan pulih tahun 2024 hingga 2025. Sementara, 300 ribu turis domestik baru akan pulih pada 2023.
FAJAR PEBRIANTO