TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang baru kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan uji materi rencananya akan dilakukan Jumat siang ini, di Gedung MK, pukul 13.30 WIB.
"Benar, namun baru menggugat masalah formilnya, setelah itu baru meteriilnya," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Irres) saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 10 Juli.
Dalam keterangan yang diterima Tempo di Jakarta, ada sejumlah nama lain yang masuk dalam daftar pemohon. Selain Marwan, ada juga Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPR RI Alirman Sori.
Kemudian, anggota DPR Tamsil Linrung, hingga mantan Ketua MK Hamdan Zoelva yang mewakili Perkumpulan Serikat Islam. Nama-nama lain juga masih ada dalam daftar pemohon. Tempo juga menghubungi Hamzan Zoelva namun belum ada respon.
UU Minerba yang baru ini menggantikan UU lama yaitu, UU Nomor 4 Tahun 2009. 10 Juni kemarin, UU baru ini pun resmi berlaku.
Gugatan pun datang karena para pemohon menilai UU mineral dan batu bara yang baru ini mengandung potensi moralitas hukum formil dan materiil yang dinilai jahat bagi pembangunan nasional di bidang pertambangan. Salah satunya terkait Pasal 33 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945.
Sehingga, uji materi ini pun diajukan agar Mahkamah Konstitusi menyatakan UU ini bertentangan dengan UUD 1945. "Dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," tulis keteragan tersebut.
Ini bukan gugatan pertama. Kemarin, gugatan atas UU Minerba ini juga diajukan oleh Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK). Mereka menilai ada pasal dalam UU Minerba baru ini yang berlawanan dengan nilai desentralisasi dan UUD 1945.
Tak sampai di situ, UU baru ini juga dinilai bertentangan dengan UU Tata Ruang, UU Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Kehutanan. "Usaha pertambangan pasti berkorelasi secara ketar dengan tata ruang, lingkungan hidup, dan kehutanan," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO | ANTARA