TEMPO.CO, Jakarta - Desakan untuk mengembalikan kewenangan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK ke Bank Indonesia (BI) kian meluas. Kini, tuntutan ini datang dari pengembang properti.
"Terus terang di lapangan kami berurusan dengan perbankan itu banyak kesulitan," kata Wakil Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya, John Satri dalam rapat bersama Komisi Perumahan DPR di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020.
Dari laporan para pengembang, kata John, perbankan kesulitan untuk menyalurkan KPR (Kredit Perumahan Rakyat) ke masyarakat. Per akhir Juni 2020, empat bank pemerintah sudah mendapat penempatan dana Rp 30 triliun dari pemerintah. Sebagian dari dana ini disalurkan untuk kredit perumahan.
Masalahnya, kata John, masyarakat di bawah tetap kesulitan mendapatkan KPR. Sebab, OJK mengeluarkan aturan yang dinilai memperberat masyarakat. "Dibuat list, ini badan dan lembaga yang karyawannya boleh mendapatkan rumah," kata dia.
John pun menyayangkan kondisi ini "Bagaimana ekonomi mau bergerak, kalau uang di perbankan banya, tapi gak bisa disalurkan?" kata dia.
Dalam beberapa hari terakhir, isu ini terus bergulir. Pangkal masalahnya ada pada kejengkelan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada sidang kabinet 18 Juni.
Saat itu, Jokowi menyoroti kinerja kredit untuk dunia usaha dari perbankan masih rendah. Setelah itulah, beredar kabar jika Jokowi ingin menarik kembali kewenangan pengawasan perbankan dari OJK kembali ke BI.