TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan bahwa rencana pembangunan rumah bersubsidi semester kedua tahun ini lebih kurang 150 ribu hingga 170 ribu unit tergantung pada relaksasi dan percepatan proses maupun aturan realisasi akad kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Realisasi semester pertama tahun ini sekitar 85 ribu unit," ujarnya kepada Bisnis, Selasa, 7 Juli 2020.
Adapun, realisasi KPR rumah bersubsidi bagi MBR pada 2017 mencapai 225 ribu unit, 2018 mencapai 252 ribu unit. Pada 2019, realisasinya turun menjadi 165 ribu unit, karena habisnya kuota KPR rumah bersubsidi bagi MBR berskema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sejak pertengahan Juli—Oktober.
"Ini juga ditiadakannya skema subsidi selisih bunga [SSB], tetapi November 2019 Presiden menambah kurang 15 ribu unit skema FLPP yang diambil dari kuota tahun 2020," ucapnya.
Daniel menuturkan bahwa pembiayaan perumahan baik subsidi bunga dalam skema FLPP dan SSB, maupun subsidi uang muka bagi skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) menguntungkan dan ditujukan bagi konsumen MBR.
Hal itu dimaksudkan agar mereka bisa menikmati subsidi yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan sehingga bisa mengurangi kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan (backlog) perumahan di Indonesia.
Konsumen MBR bisa memperoleh rumah subsidi yang diidamkannya apabila realisasi akad KPR subsidi bisa berjalan lancar dan cepat. “Namun, dalam kenyataan di lapangan, para pengembang kesulitan untuk merealisasikan akad KPR rumah subsidi di bank pelaksana sehingga merugikan konsumen rumah subsidi atau MBR untuk bisa memperoleh rumah subsidi yang dibutuhkan," katanya.
BISNIS