TEMPO.CO, Jakarta - Kordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, meminta pemerintah mengutamakan upaya pencegahan atau preventif dan promotif untuk memperbaiki sistem layanan jaminan kesehatan nasional (JKN). Upaya itu bisa dilakukan dengan menerjunkan dokter di Puskesmas untuk keliling di lingkungannya dan memeriksa kondisi kesehatan masyarakat setempat.
“Saatnya puskesmas dikembalikan untuk melaksanakan tugas preventif dan promotif sehingga kesehatan masyarakat lebih baik lagi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Juli 2020.
Timboel mengkritik kebijakan pemerintah yang saat ini terkesan tidak terlampau mengutamakan program preventif dan promotif. Kondisi itu tercermin dari rendahnya pengalokasian anggaran untuk sistem pencegahan.
Dari total realisasi beban biaya dana jaminan sosial JKN sepanjang 2019 sebesar Rp 108 triliun, misalnya, realisasi anggaran preventif dan promotif hanya Rp 499 miliar. Angka ini setara dengan 0,5 persen dari total realisasi anggaran.
Sedangkan dalam RKAT 2020 dengan pagu Rp 111,24 triliun, anggaran pencegahan hanya dianggarkan Rp 584 miliar. Angka ini tak berubah dari bulan sebelumnya yang hanya 0,5 persen.
“Preventif promotif bersama kuratif dan rehabilitatif diamanatkan dalam Pasal 22 ayat 1 Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Namuni Direksi BPJS kesehatan sangat tidak berkualitas memaknai program ini dari sisi anggaran,” ucapnya.
Timboel berharap, ke depan direksi BPJS Kesehatan dapat mengupayakan program pencegahan agar sistem kesehatan semakin berkualitas. Apalagi, kata dia, pada Februari 2021 mendatang, direksi BPJS Kesehatan yang menjabat pada periode 2016-2021 akan mengakhiri masa tugasnya. “Semoga Panitia Seleksi Direksi dan Dewas BPJS kesehatan mampu menggali pengetahuan dan visi misi calon Direksi dan Dewan Pengawas BPJS kesehatan untuk masalah preventif promotif,” katanya.