TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan pemerintah melakukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hingga dua kali pada tahun ini. Ia mengatakan, revisi APBN itu adalah respons dari dinamika kebutuhan untuk mengatasi penyebaran virus corona dan penyelamatan ekonomi nasional di tengah pandemi.
APBN sebagai instrumen untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, kata Sri Mulyani, harus merespons kebutuhan yang muncul manakala sebuah peristiwa yang belum pernah terjadi, seperti pandemi Covid 19 melanda. "Kebutuhan tersebut terus membengkak dan tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir," ujar Sri Mulyani di akun instagramnya, @smindrawati, Senin, 6 Juli 2020.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan kondisi kegentingan ini memaksa pemerintah untuk bertindak cepat mencegah penyebaran virus Covid-19. Pemerintah juga harus menyusun rencana besar untuk memulihkan ekonomi sebagai dampak dari pandemi.
Saat ini, ujar dia, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Beleid tersebut adalah revisi yang kedua atas postur rincian APBN tahun 2020 untuk mengakselerasi belanja negara terkait penanganan pandemi Covid-19 dan Program PEN.
Anggaran tersebut, menurut Sri Mulyani, akan dipergunakan oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan countercyclical yang memberikan stimulus dengan skema extraordinary dan dengan ukuran yang luar biasa besar. "Dengan kebutuhan anggaran yang demikian besar dan tidak bisa ditunda, sementara pendapatan negara mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, maka stimulus APBN ini berdampak pada penambahan defisit menjadi 6,34 persen dari PDB," ujar Sri Mulyani.
Ke depan, Sri Mulyani berujar, pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah dengan penuh kehati-hatian untuk memenuhi pembiayaan anggaran demi menangani pandemi Covid-19 dan menggenjot pemulihan ekonomi nasional.