TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IV sekaligus Ketua Fraksi NasDem, Ahmad Ali, mengatakan partainya membela kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait ekspor benih lobster. Dia menilai program itu dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan nelayan.
“Sejak awal kami mendukung. Yang kita hindari kalau ada eksploitasi yang bisa memusnahkan lobster,” ujar Ahmad dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 6 Juli 2020.
Namun, Ahmad meminta Kementerian segera memperbaiki komunikasi untuk mensosialisasikan kebijakan ekspor benur lobster tersebut kepada masyarakat. Dengan begitu, program pembukaan keran ekspor ini tidak terkesan dilakukan untuk kepentingan partai semata.
Dia juga meminta Kementerian tidak mendengarkan narasi sumbang dari luar. “Pak Edhy tetap jalan saja dengan kebijakannya, jangan mempedulikan narasi di luar,” ucapnya.
Narasi yang dimaksud Ahmad berkaitan dengan kritik-kritik yang dilontarkan Menteri KKP lama. “Jangan menari di atas panggung menteri KKP yang lama. Tidak perlu dikonfrontasi,” ucapnya.
Ahmad tidak mendetailkan menteri KKP lama yang dimaksud. Namun, sebelumnya, menteri yang kerap menyentil kebijakan Edhy soal benih lobster adalah Susi Pudjiastuti. Saat menjabat sebagai Menteri KKP dulu, Susi melarang adanya ekpor bayi lobster.
Anggota Komisi IV dari Fraksi NasDem lainnya, Charles Meikyansah, turut membela Edhy. Ia menyatakan penunjukan perusahaan eksportir benih lobster oleh KKP tidak mengutamakan golongan tertentu.
Charles lalu menyarankan agar Edhy segera meyakinkan masyarakat bahwa kebijakannya tersebut dibuat untuk meningkatkan nilai tambah lobster. Sebab, ia menyebut, pada kepemimpinan menteri lama, kesejahteraan nelayan yang bergerak di bidang lobster tidak terdongkrak.
“Jadi Menteri KKP sekarang boleh enggak terlalu populer. Tapi kebijakan yang diutamakannya adalah kesejahteraan rakyat,” ucap Charles. Lebih lanjut, dia memberikan catatan agar Edhy meningkatkan optimismenya terhadap kebijakan tersebut. “Karena saya belum menangkap optimisme itu."
Majalah Tempo edisi 6 Juli 2020 mengulas sejumlah fakta di balik giat ekspor benur lobster. Dalam kegiatan pembukaan ekspor benih lobster, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD. Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang berdasarkan akta.
Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra.
Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama. Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan dan nama lain dari Partai Golkar.
Muncul juga nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi Pudjiastuti. Dia terlibat perkara penyelundupan benih dan pencucian uang sehingga divonis 10 bukan penjara.
Terkait masalah itu, Edhy mengatakan Kementerian saat ini membuka kesempatan bagi seluruh pihak, baik perusahaan maupun koperasi. “Masalah siapa yang diajak, kami enggak membatasi. Koperasi juga boleh diajak,” tutur Edhy.
Edhy menjelaskan, saat ini terdapat 31 perusahaan yang telah mengajukan izin ekspor benih lobster kepada Kementerian. Sebanyak 26 perusahaan telah memperoleh izin dan sisanya masih dalam proses verifikasi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | MAJALAH TEMPO