TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu mengatakan pemerintah masih melakukan evaluasi pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dari berbagai sektor.
"Kami ingin melihat dan mengevaluasi ke depan, dinamikanya akan seperti apa, dalam hal pelaksanaan kebijakan atau koordinasi antarinstitusi, baik fiskal, moneter dan sektor keuangan untuk mendukung percepatan PEN," ujar Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu Ubaidi S Hamidi dalam konferensi video, Jumat, 3 Juli 2020.
Pernyataan Ubaidi tersebut adalah jawaban atas pertanyaan awak media ihwal kabar bahwa Presiden Joko Widodo tengah mempertimbangkan agar pengawasan perbankan tak lagi di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melainkan kembali dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Ubaidi mengatakan perihal dinamika dalam pelaksanaan kebijakan dan koordinasi antar institusi dalam pelaksanaan pemulihan ekonomi nasional diperkirakan bakal terus menjadi bahan diskusi yang menarik ke depannya.
Berbicara soal pemulihan ekonomi nasional, Ubaidi mengatakan pemerintah tengah menjalankan bauran kebijakan atau next policy, baik dari kebijakan fiskal, moneter, hingga sektor keuangan.
"saya kira bauran kebijakan itu tentu untuk membuat program bisa kami laksanakan dengan baik," tutur Ubaidi. Untuk itu, penting bagi pemerintah memastikan koordinasi dalam beberapa institusi yang terkait dengan kebiijakan tersebut.
Di samping itu, Ubaidi mengatakan pelaksanaan bauran kebijakan juga berkenaan dengan beberapa regulasi terkait. "Terkait program itu, kami melihat ada beberapa relaksasi kebijaan yang bisa didorong untuk dilaksanakn agar kecepatan menjadi nyata."
Sebelumnya diberitakan bahwa pertimbangan Presiden Jokowi agar pengawasan perbankan kembali dilakukan oleh BI disebutkan sumber Reuters karena ketidakpuasan kepala negara atas kinerja OJK semasa pandemi Corona.
BI sebelumnya telah bertindak sebagai regulator dan pengawas perbankan di Indonesia hingga akhir 2013, sampai akhirnya OJK mengambil alih tugas tersebut. OJK sebelumnya didirikan dengan dasar Undang-undang Tahun 2011 untuk mengawasi kinerja lembaga keuangan.
"BI sangat senang dengan ini, tapi kemudian ada tambahan KPI (key performance indicator)-nya yaitu tak hanya menjaga nilai tukar dan inflasi, tapi juga pengangguran," ujar sumber Reuters. Hingga laporan ini ditulis, baik BI ataupun juru bicara Jokowi belum menanggapi kabar tersebut.
Namun sebelumnya Deputi Komisioner Humas dan Logistik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menyebutkan kabar tersebut tak jelas asal muasalnya. "OJK mengharapkan seluruh pegawainya tetap fokus dengan pelaksanaan UU dan berkonsentrasi untuk menjadi bagian penanganan Covid-19 yang dibutuhkan oleh masyarakat," kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis malam, 2 Juni 2020.
CAESAR AKBAR | BISNIS