TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia atau BI Dody Budi Waluyo menyebutkan isu gelombang kedua penyebaran Covid-19 di Tanah Air menjadi salah satu indikator yang membuat nilai tukar rupiah melemah sejak tiga hari terakhir.
“Dua-tiga hari terakhir ini pada saat global relatif tenang, ternyata rupiah menjadi salah satu mata uang yang terpuruk di regional karena masalah domestik,” kata Dody Budi Waluyo dalam webinar di Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
Dody menjelaskan, isu di dalam negeri lainnya yang membuat rupiah tertekan adalah terkait pembagian beban dalam penyelamatan ekonomi atau burden sharing. “Ini berakibat kemudian rupiah sampai pagi ini tertekan."
Upaya menstabilkan nilai tukar rupiah, menurut Dody, bukanlah perkara mudah karena berhadapan dengan ekspektasi dan kepercayaan pasar. Kondisi itu juga menuntut BI untuk merespons cepat agar stabilisasi nilai tukar rupiah dapat dilakukan dengan mulus.
Salah satunya dengan menjaga kepercayaan pasar atau para penanam modal asing yang sejak beberapa hari terakhir aliran modal asing masuk ke Indonesia melalui Surat Berharga Negara (SBN).
Sejak 14 April 2020 hingga 25 Juni 2020, aliran modal asing ke portofolio SBN mencapai Rp 17 triliun. Alhasil cadangan devisa melonjak dari US$ 120 miliar pada Maret 2020 menjadi US$ 130,5 miliar pada akhir Mei 2020.
Sementara itu pada pagi hari ini nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 121 poin atau 0,84 persen dari Rp 14.378 per dolar AS menjadi Rp 14.499 per dolar AS. Kurs rupiah itu masih lebih baik dibandingkan pada posisi 8 April 2020 yang sempat terjun Rp 16.200 per dolar AS karena masa awal pandemi Covid-19 di Indonesia.
BISNIS