TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha meminta industri jasa keuangan untuk segera mempercepat realisasi penyaluran kredit untuk sektor riil. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengatakan setelah program restrukturisasi dan keringanan kredit, pelaku usaha membutuhkan tambahan modal kerja untuk kembali menggeliatkan bisnisnya setelah terdampak pandemi Covid-19.
“Kalau tidak ada langkah konkret dan implementasi lambat angka pengajuan restrukturisasi di akhir tahun bisa berkembang hingga mencapai 40-45 persen dari total keseluruhan kredit perbankan yang sebesar Rp 5.700 triliun,” ujarnya, di Jakarta, Kamis 2 Juli 2020.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengajuan restrukturisasi yang masuk ke perbankan saat ini telah menembus Rp 1.350 triliun atau sekitar 25 persen total portofolio kredit. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 695 triliun telah disetujui untuk mendapatkan restrukturisasi.
“Modal kerja sangat dibutuhkan oleh pengusaha khususnya UMKM di saat kita mencoba bergerak kembali, dan memang setelah restrukturisasi perbankan masih belum memberikan kredit baru,” kata Rosan. Hal itu pun ditunjukkan dari realisasi pertumbuhan kredit periode Maret hingga Mei 2020 yang terus merosot, terakhir hanya sebesar 3,04 persen.
Rosan mengatakan injeksi likuiditas sektor riil berupa dukungan tambahan modal kerja tersebut diusulkan juga disertai dengan program penjaminan pemerintah. “Penjaminan jadi sangat penting untuk mencegah moral hazard, kurang lebih mungkin skemanya bisa 80-90 persen, sisanya 10-20 persen dari perbankan,” ujarnya.
Salah satu kucuran kredit yang dinantikan pelaku usaha kata dia adalah yang berasal dari program penempatan dana pemerintah di bank BUMN. Total dana sebesar Rp 30 triliun telah dicairkan pemerintah kepada Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BTN .
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Haryadi Sukamdani berujar tambahan modal kerja tersebut diharapkan dapat diperluas peruntukannya, atau tak hanya berfokus untuk UMKM. “Korporasi juga membutuhkan modal besar supaya bisa bergulir kembali, khususnya yang bersifat padat karya,” katanya.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Herry Sidharta tak menampik pada masa awal pandemi hingga pertengahan tahun ini pertumbuhan kredit masih lemah. Hal itu disebabkan oleh perbankan yang mendahulukan restrukturisasi dan relaksasi kredit bagi nasabah terdampak Covid-19, alih-alih jor-joran memberikan kredit baru.