TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Pertamina (Persero) Nicke Widyawati membeberkan soal dampak pandemi virus corona atau Covid-19 yang menimpa bisnis perusahaan pelat merah energi yang ia pimpin2.
Dia mengakui ada tiga tantangan terberat yang dialami perseroan dan juga perusahaan migas di dunia. "Pertama, penurunan sales Pertamina terjadi secara signifikan," kata Nicke saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR-RI, Senin, 29 Juni 2020.
Sampai dengan kemarin, kata Nicke, penjualan BBM perseroan mengalami penurunan sekitar 25 persen secara nasional. Bahkan untuk wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penjualan BBM Pertamina alami penurunan sampai 50 persen, seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
Nicke melanjutkan, secara nasional, hingga akhir tahun diperkirakan penurunannya mencapai 25 hingga 26 persen.
Lalu yang kedua, Nicke mengatakan, bisnis Pertamina tertekan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, perseroan menyiapkan skenario terburuk dengan nilai tukar rupiah yang bisa mencapai Rp 20 ribu per dolar AS.
"Lalu yang terakhir ialah fluktuasi harga minyak karena sangat dipengaruhi oleh supply and demand. Dengan pemangkasan yang disepakati oleh negara OPEC plus, tentu ini juga akan berpengaruh," jelas Nicke.
Nicke juga bilang, 80 persen pemasukan Pertamina didominasi dari sektor hilir, sehingga tidak cuma pendapatan namun juga arus kas. Oleh karenanya, Pertamina sangat membutuhkan pembayaran utang pemerintah untuk membantu kondisi perusahaan.
Dengan adanya komitmen Pemerintah yang akan membayarkan separuh utang Pertamina, kata Nicke, dana tersebut akan membantu arus kas perseroan yang saat ini tertekan.
Kemudian uang tersebut, menurut Nicke juga akan meningkat dari modal kerja perseroan. "Karena suplai BBM itu LPG tetap kami siapkan dalam kondisi apapun semua depo kita harus penuh, semua SPBU harus penuh kilang harus tetap beroperasi, tak boleh mati. Dan penyerapan tenaga kerja, dan industri nasional. karena kalu kami dimatikan akan berdampak dengan indutri nasional," ucapnya.
Adapun, utang pemerintah atas Pertamina mencapai Rp 96,5 triliun. Pemerintah rencananya akan membayar Rp 45 triliun di tahun ini. Sisanya, Rp 51 triliun akan dibayarkan tahun depan.