TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyatakan perombakan mekanisme penyaluran bantuan sosial atau bansos baru akan dilakukan setelah mengoptimalkan penggunaan Sepakat yang sudah diluncurkan sejak 2018. Sepakat Sepakat adalah singkatan dari Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu.
"Sepakat hadir membantu pemerintah daerah melakukan analisis sosial ekonomi," kata Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial, Bappenas, Maliki, dalam diskusi online di Jakarta, Rabu, 24 Juni 2020.
Dari data terakhir pada September 2019, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,22 persen atau sebanyak 24,79 juta orang. Di dalamnya ada kelompok miskin ekstrem. Kelompok inilah yang ingin dihapus total pemerintah hingga 2024 atau zero extrem poverty.
Untuk mencapai target pengurangan angka kemiskinan dan zero extrem poverty ini, diluncurkanlah Sepakat. Layanan ini akan membantu pemerintah daerah untuk menganalisis kondisi masyarakat mereka sendiri berbasis data di lapangan.
Terlebih, saat ini ada kondisi Covid-19 yang membuat jumlah penduduk miskin bertambah. Sehingga, kata Malik, Sepakat bisa membantu pemerintah daerah untuk membuat gap analisis kondisi kemiskinan akibat Covid-19.
Analisis ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah terkait proses e-Monev, e-Planning, dan e-Budgeting. Pada akhirnya, kata Maliki, pemerintah daerah bisa tahu berapa jumlah kemiskinan yang harus mereka kurangi.
Saat ini, Sepakat bisa diakses di laman https://sepakat.bappenas.go.id/, Di dalamnya, pemerintah daerah bisa mendapatkan sejumlah informasi mengenai Sepakat.
Dalam laman ini juga dijelaskan sejumlah daerah yang sudah mendapatkan sosialisasi, pelatihan, dan diseminasi dari Sepakat. Dari data tersebut, Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi yang paling sedikit mendapatkan pemaparan layanan ini.
Setelah pengelolaan data sosial ekonomi di pemerintah daerah ini berjalan baik, kata Maliki, baru dilakukan perubahan mekanisme penyaluran bantuan sosial menggunakan indikator kerentanan. "Setelah ada analisis yang cukup kuat, maka kita tahu mana yang rentan dan harus kita intervensi (berikan bansos)," kata dia.
Cara ini berbeda dengan yang selama ini dilakukan, yaitu penyaluran bantuan untuk sekian persen masyarakat termiskin. Contohnya seperti peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah pada BPJS Kesehatan yang berasal dari kelompok 40 persen termiskin. "Ke depan sebenarnya target intervensi bansos ini berdasarkan kerentanan, tidak cut off," kata Maliki.