TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan revisi penggantian instrumen surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan dengan surat berharga negara (SBN) untuk acuan penyusunan asumsi APBN 2021. Usulan itu disampaikan dalam rapat bersama Komisi XI DPR hari ini.
"Kami usulkan perubahan SPN 3 bulan menjadi SBN 10 tahun," ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 22 Juni 2020.
Baca Juga:
Sri Mulyani menjelaskan acuan SPN tiga bulan selama ini relevansi dalam perhitungan APBN sangat kecil. Sedangkan, kata dia, SBN dengan tenor 10 tahun memilik andil yang lebih besar dalam membentuk postur APBN.
Selain itu, sejumlah negara telah menggunakan acuan setara SBN dengan tenor yang cukup panjang. Di samping mengusulkan perubahan acuan asumsi APBN, Sri Mulyani merevisi imbal hasil atau tingkat suku bunga SBN 10 tahun dari semula 6,67-9,58 persen menjadi 6,29 ke 8,29 persen.
Adapun proyeksi tingkat suku bunga SBN 5 tahun diproyeksikan menjadi 5,88-7,88 persen. Sri Mulyani mengatakan, dalam dokumen PPKF awal, pemerintah mematok indikasi suku bunga berdasarkan kondisi pergerakan nilai tukar dengan volatilitas yang masih tinggi.
Anggota Komisi III DPR, Muhammad Misbakhun, meminta pemerintah harus mengkaji ulang besaran nilai ideal surat utang sebelum mengubah acuan asumsi APBN. "Lalu kalau diserahkan ke market mekanisme seperti apa," tuturnya.
Lebih lanjut, Misbakun mengakui bahwa imbal hasil surat utang yang dipatok pemerintah dibanding negara lain untuk SBN 10 tahun sejatinya tergolong paling tinggi. Vietnam dan Filipina, misalnya, mematok imbal hasilnya di level 3 persen.