TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dinilai belum mampu memenuhi aspek keadilan dalam mengatur perdagangan benih lobster. Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi menyoroti harga jual bibit lobster di tingkat nelayan yang saat ini hanya berkisar Rp 4.000-9.000.
"Harga jual yang diterima nelayan tidak sampai 10 persen dari harga ekspor, selisihnya sangat besar," ujar Zenzi saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 20 Juni 2020.
Informasi itu dihimpun dari pantauan Zenzi bersama tim Walhi di sepanjang perairan Lampung hingga Sumatra Barat dalam beberapa waktu ke belakang setelah regulasi ekspor benih lobster terbit. Adapun regulasi itu termaktub dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang diundangkan pada 4 Mei lalu.
Sementara itu terkait harga jual ekspor, Zenzi menandai rata-rata tarif yang dipatok eskportir setelah benih lobster diperdagangkan ke luar negeri mencapai US$ 13 untuk jenis mutiara. Dengan kurs yang berlaku saat ini, harga jual tersebut setara dengan Rp 180 ribu per ekor.
Kesenjangan harga jual ekspor di tingkat nelayan menimbulkan masalah dalam janga pendek. Menurut Zenzi, nelayan dengan segala risikonya tidak akan mampu mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan.
Di sisi lain pada jangka panjang, harga jual yang sangat rendah akan memicu terjadinya ekspor-ekspor ilegal melebihi kuota yang menyebabkan ketersediaan lobster di alam akan habis. "Ketika lobster ini akan habis, jenis ikan lain akan menyusut karena rantai makanan terganggu," tutur Zenzi.
Zenzi pun meminta pemerintah mengkaji peraturan terkait penetapan harga jual lobster di level paling bawah. Di samping itu, dia mendesak agar negara transparan terhadap harga jual ekspor lobster dan penerimaan PNBP.
"PNBP ini juga harus diperjelas uangnya itu untuk apa," katanya. Akan lebih baik, tutur Zenzi, seandainya PNBP yang dikutip oleh negara dikembalikan ke kelompok nelayan sebagai tambahan modal.