TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Madani Berkelanjutan berpendapat rencana cetak 165 ribu hektare sawah di lahan gambut Kalimantan Tengah dengan dalih untuk menjaga ketahanan pangan justru mengancam keberadaan gambut di wilayah tersebut.
Bukan itu saja, cetak sawah juga meningkatkan risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan bencana asap yang akan lebih menyengsarakan masyarakat.
“Sebanyak 44 persen karhutla 2019 terjadi di Fungsi Ekosistem Gambut," ucap GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan Fadli Ahmad Naufal dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 18 Juni 2020.
Menurut Fadli, diversifikasi komoditas pangan unggulan dengan tanaman-tanaman lokal, seperti sagu dan sorgum, perlu diutamakan agar Pemerintah tidak lagi mengedepankan program produksi beras.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan program pengembangan food estate di Kalimantan Tengah. Daerah itu diharapkan menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa.
Lokasi lumbung pangan baru ini direncanakan di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan, pengembangan tersebut menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan terdapat lahan psawah potensial seluas 165 ribu hektare kawasan aluvial bukan gambut pada lahan Eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalteng.
“Lahan ini akan mulai kami kerjakan mulai 2020 sampai 2022," katanya.
Dia menargetkan pada 2022 lahan sawah seluas 165 ribu hektare tadi sudah bisa dioptimalkan produksinya. Ini program prioritas kedua setelah pengembangan 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
"Lima kawasan itu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Manado-Likupang,” tutur Menteri Basuki pada Selasa, 9 Juni 2020.