TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan masih mengkaji rencana penerapan pungutan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk ekspor benih lobster seperti yang diusulkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kami sedang koordinasikan bersama," kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani di Jakarta, Rabu 17 Juni 2020.
Askolani juga belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai revisi regulasi untuk penerapan PNBP dari ekspor tersebut termasuk rencana penarikan PNBP. "Masih dalam kajian," katanya.
Saat ini, Kemenkeu baru memungut PNBP di sektor perikanan kelautan terkait perizinan kapal dan perizinan tangkap, belum mencakup ekspor benih lobster dan hasil perikanan lainnya
Sebelumnya, KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 yang berisi ketentuan mengenai ekspor dan budidaya benih lobster, udang, maupun rajungan.
Regulasi yang berlaku sejak awal Mei 2020 ini belum mencakup peraturan teknis mengenai tarif PNBP yang wajib dipungut untuk ekspor produk perikanan tersebut.
Meski demikian, Direktorat Bea dan Cukai sudah mendeteksi dua perusahaan yang melakukan ekspor benih lobster sebanyak 14 koli berisi 97.500 benih ke Vietnam pada Jumat (12/6).
Ekspor itu sudah dilakukan walau belum ada petunjuk teknis mengenai persyaratan bea keluar, PNBP, kuota serta ukuran yang sesuai dengan Peraturan Menteri KKP.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Penasihat Menteri KKP Rokhmin Dahuri mengatakan ekspor benih lobster ini merupakan kebijakan yang tepat dari sisi ekonomi dan ekologi.
Salah satu alasannya adalah survival rate (kemampuan hidup benih lobster hingga dewasa) budidaya lobster di Indonesia hanya sebesar 30 persen.
Angka ini jauh dibandingkan dengan survival rate di Vietnam yang mencapai 70-80 persen. Jika di alam liar, lobster yang mampu hidup sampai dewasa hanya 0,01 persen dari total jumlah benih.