TEMPO.CO, JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk belum dapat memberikan keringanan tagihan gas sesuai dengan pemakaian aktual kepada pelaku industri. Sebab, perseroan masih belum menemui kesepakatan dengan pemasok atau kontraktor di sisi hulu terkait dengan status kedaruratan.
"Kami sudah mengkoordinasikan dengan pemasok. Namun, ada beberapa hal yang belum sepakat, salah satunya apakah ini bisa dikategorikan dengan force majeure," ujar Direktur Utama PGN Suko Hartono daam webinar yang digelar pada Senin, 15 Juni 2020.
Suko mengatakan, saat ini pemasok memang belum menetapkan kondisi pandemi sebagai force majeure atau keadaan kahar. Selain itu, ia mengakui relaksasi berdasarkan pemakaian aktual memang sulit diwujudkan.
Musababnya, hingga kini, perusahaan masih membeli gas dari pemasok melalui skema kontrak take or pay sehingga PGN harus membayar sesuai dengan kontrak. Take or pay atau TOP adalah kontrak untuk mengambil produk dari pemasok berdasarkan volume yang disepakati. Jika tidak memenuhi volume tersebut, perusahaan akan membayar denda.
Padahal, menurut Suko, perusahaan gas pelat merah itu juga tengah merasakan dampak wabah yang sangat mempengaruhi kondisi arus kas. "Namun kami memahami pelanggan dan kami coba menyiapkan sebuah kebijakan paket Covid-19, kami akan beri relaksasi bagi pelanggan dan melakukan penyesuaian pemakain minimum sejak Maret," tuturnya.
Di samping itu, Suko menjelaskan bahwa PGN sudah meminta bantuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk berkomunikasi dengan pemasok terkait penetapan kondisi kahar tersebut. "Mengingat kondisi force majeure belum diterima pemasok, PGN meminta dukungan ESDM untuk menyetujui permohonan tersebut," ujarnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA