TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Bob Saril angkat bicara soal usulan relaksasi penundaan pembayaran listrik oleh dunia usaha. Penundaan pembayaran listrik serta permohonan peniadaan denda dikhawatirkan dapat mengganggu arus kas perusahaan.
"Seandainya ada relaksasi penundaan pembayaran (listrik), cash flow memang akan mengalami masalah. Sedangkan PLN tetap harus melayani karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat," ujar Bob dalam webinar, Senin, 15 Juni 2020.
Menurut dia, pemberian relaksasi tersebut merupakan komponen yang bakal dimasukkan ke cost of fund atau dana pembiayaan. Padahal, kata Bob, pada masa pagebluk, pendapatan perseroan dari sisi industri menurun tajam dan perusahaan mengalami tekanan keuangan yang berat.
Penurunan pendapatan didorong oleh banyaknya perusahaan yang menutup sementara usahanya atau menurunkan produksi akibat adanya pembatasan-pembatasan. Dengan kondisi ini, perusahaan setrum negara pun telah meminta pemerintah untuk menambal kerugian yang dialami supaya tak berdampak pada layanan.
Lebih lanjut, menurut dia, kewenangan untuk memberikan keringanan kepada dunia industri akan lebih dulu dikaji oleh pemerintah. "Nanti dikomunikasikan dengan pemerintah terkait relaksasi ini," ucap Bob.
Sementara itu, Direktur PNBP Sumber Daya Alam (SDA) dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) Kementerian Keuangan Kurnia Chairi mengatakan adanya kompensasi pembayaran listrik pelanggan memang akan berpengaruh terhadap arus khas PLN. Kondisi ini pun akan berdampak pula bagi penerimaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Namun, ia memastikan sejatinya pemerintah telah memberikan bantuan ke perusahaan berupa penanaman modal negara. "Dari sisi belanja kami berikan PMN bagi PLN. Kalau dilihat dari tahun 2016, bahkan 2020 (PMN) masih tetap ada," ucapnya.