TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengatakan penetapan harga gas murah untuk industri tertentu senilai US$ 6 per MMBTU akan dievaluasi secara berkala.
"Tentunya harga USD 6 per MMBT tidak selamanya karena akan dievaluasi tiap tahun," ujar Kepala Subdirektorat Niaga Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bukhori Muslim dalam webinar, Senin, 15 Juni 2020.
Penetapan harga gas murah ini sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia di luar Asia Tenggara. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah berharap industri dapat mendorong harga produksi lebih efisien dan meningkatkan efek ganda (multiplier effect) bagi industri lainnya.
Adapun harga gas murah direncanakan bakal terlaksana pada akhir Juni ini. Bukhori menjelaskan, ada sedikitnya tujuh sektor industri BUMN dan non-BUMN yang akan menikmati kebijakan tersebut.
Industri yang dimaksud ialah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleachemical, dan industri baja. Kemudian, industri keramik, industri kaca, serta industri sarung tangan karet.
Bukhori melanjutkan, penepatan industri itu disesuaikan dengan data yang disorongkan oleh Kementerian Perindustrian. "Intinya ini volume dan industrinya ditentukan Kementerian Perindustrian dan dievaluasi oleh mereka. Lalu, baru ke Kementerian ESDM," ujarnya.
Penentuan pemberian harga gas murah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri serta beleid turunannya, yakni Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020. Direktur Utama PTKS, Silmy Karim mengatakan industri baja nasional telah menanti-nantikan beleid ini.
“Kami sangat mengapresiasi dan menyambut baik atas langkah positif yang dilakukan oleh pemerintah," kata Bukhori. Ia berharap, dengan kebijakan ini, peran industri baja bagi perekonomian nasional dapat meningkat lebih signifikan. "Karena dapat menekan biaya produksi."