TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat impor nonmigas Indonesia dari Cina turun US$ 1,4 miliar ketimbang April 2020. "Impor dari banyak negara turun meskipun ada beberapa negara yang impornya naik, impor dari Tiongkok turun US$ 1,4 miliar pada Mei 2020," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi video, Senin, 15 Juni 2020.
Kendati demikian, Cina masih menguasai pangsa impor nonmigas ke Tanah Air sebesar 28,13 persen pada Januari-Mei 2020. Pada Mei 2020, kata Suhariyanto, komoditas yang banyak diimpor dari Cina antara lain bawang putih, transmission apparatus, dan laptop.
Selain dari Cina, impor dari Jepang juga tercatat turun US$ 672,4 juta. Di samping itu, impor dari Thailand turun US$ 321,3 juta, dari Korea Selatan turun US$ 199,2 juta, dan dari Taiwan turun US$ 157,6 juta.
Adapun peningkatan impor nonmigas tercatat berasal dari Afrika Selatan yang tumbuh US$ 54,5 juta, impor dari Rusia tumbuh US$ 33,5 juta, impor dari Republik Cheska tumbuh US$ 25,3 juta, impor dari Israel tumbuh US$ 19,5 juta, dan dari Guatemala tumbuh US$ 14,2 juta.
Pada Mei 2020, Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus pada Mei 2020. Hal ini terjadi lantaran angka impor turun lebih dalam daripada ekspor.
Suhariyanto mengatakan pada Mei 2020 ekspor dari Tanah Air tercatat sebesar US$ 10,53 miliar. Sedangkan, impor tercatat sebesar US$ 8,44 miliar. "Jadi neraca perdagangan mengalami surplus US$ 2,1 miliar," ujar dia.
Kendati mengalami surplus, ia mengatakan kondisi itu perlu diwaspadai. Sebab, berdasarkan komponennya, terpantau ekspor mengalami penurunan dan impor turun jauh lebih dalam.
"Kalau kita lihat terciptanya surplus ini kurang menggembirakan karena ekspor mengalami penurunan 28,95 persen. Impornya turun jauh lebih dalam 42,20 persen," ujar dia.
Suhariyanto mengatakan ekspor tercatat tumbuh negatif untuk pertanian, industri pengolahan, dan industri pertambangan. Sementara, Impor turun curam, baik untuk impor barang konsumsi, impor bahan baku, dan impor barang modal.