TEMPO.CO, JAKARTA - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah memprediksikan neraca perdagangan Mei akan mengalami surplus signifikan. Hal ini, kata Nanang, dipicu oleh impor yang turun sejalan dengan fase perlambatan ekonomi domestik.
Surplus tersebut diperkirakan akan berlanjut pada bulan bulan berikutnya sejalan dengan kenaikan harga komoditas andalan Indonesia. "Terutama harga minyak sawit mentah (CPO) yang dalam beberapa pekan terakhir kembali meningkat seiring dengan naiknya kembali harga minyak dunia," ujar Nanang kepada Tempo, Ahad 14 Juni 2020.
Dengan begitu, BI memprakirakan defisit transaksi berjalan 2020 akan menurun menjadi di bawah 2,0 persen dari produk domestik bruto (PDB) dari prakiraan sebelumnya 2,5-3,0 persen PDB. Di tengah perkiraan ke depan defisit transaksi berjalan yang menurun, Nanang menuturkan arus modal masuk diperkirakan --terutama dalam bentuk investasi portfolio asing, akan kembali mengalir masuk setelah mengalami arus keluar yang cukup besar di Maret 2020.
Arus keluar tersebut dipicu oleh kecemasan pasar global terhadap mewabahnya Covid-19. Selama Mei 2020, arus masuk portfolio asing mencapai Rp 14,6 triliun, dalam pekan pertama Juni 2020 mencapai Rp 9 triliun.
Prospek arus masuk modal asing tersebut kemungkinan bisa berlanjut di melimpahnya likuiditas mata uang utama terutama dolar, euro, dan yen di pasar keuangan global karena gelontoran dari kebijakan the Fed, ECB, dan Bank of Japan.
"Kita lihat aset the Fed pada Mei ini sudah meningkat mencapai US$ 7 triliun karena banyak membeli surat berharga dari pasar (injeksi likuiditas ke pasar)," ujar Nanang.
Dengan perbaikan di necara transaksi berjalan dena neraca modal, ujar Nanang, maka seharusnya postur Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akan membaik. Tingkat inflasi yang terjaga stabil di bawah 2 persen seharusnya menjadikan nilai tukar Rupiah secara real menjadi "undervalued".
"Oleh karena itu, kami melihat terdapat ruang yang cukup besar bagi rupiah untuk berlanjut menguat sesuai dengan nilai fundamentalnya dan mekanisme pasar yang berjalan cukup baik," ujar Nanang.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi surplus neraca dagang pada Mei lalu sebesar US $697 juta karena penurunan impor yang melebihi penurunan ekspor. Menurut dia, penurunan impor ini didorong oleh masih rendahnya aktivitas manufaktur di Indonesia, yang terlihat dari Purchasing Managers Index (PMI) Manufacturing pada Mei sebesar 28,6. Angka itu sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 27,5.
LARISSA HUDA