TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan awal pekan ini, Senin 15 Juni 2020, dibuka melemah 3,15 poin atau 0,06 persen ke posisi 4.877,21. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 0,54 poin atau 0,07 persen menjadi 751,58.
Analis Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya memprediksi IHSG bergerak dalam rentang konsolidasi wajar, menjjelang rilis data perekonomian neraca perdagangan oleh BPS pada hari ini. Ia memprediksi IHSG akan bergerak di rentang 4.698 - 4.996.
Menurut dia, sentimen pergerakan nilai tukar Rupiah serta fluktuasi harga komoditas juga akan turut memberikan sentimen pada pergerakan IHSG hingga beberapa waktu mendatang. Adapun untuk perdagangan saham hari ini, dia merekomendasikan beli dua saham bank BUMN yakni Bank BNI (BBNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Selain itu, beberapa saham lainnya yang layak beli adalah GGRM, SMRA, HMSP, ASII, dan PWON.
Sebelumnya, Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan alias IHSG di Bursa Efek Indonesia bakal terkonsolidasi menguat pada Senin ini.
"IHSG kami perkirakan berpeluang menguat pekan depan dengan kecenderungan menguat di awal pekan dan berpeluang koreksi di akhir pekan," kata Hans dalam keterangannya, Ahad 14 Juni 2020. Adapun support IHSG berada pada level 4.800 sampai 4.712 dan resistance di level 4.969 sampai 5.139.
Penguatan itu, kata Hans, disebabkan sentimen positif dari dalam negeri karena adanya kenaikan cadangan devisa yang mengindikasikan aliran dana asing yang kembali masuk ke pasar modal Indonesia selama transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta.
Kemudian, Bank Sentral Amerika yang diprediksi mempertahankan suku bunga dan diperkirakan tak ada kenaikan sampai tahun 2022. Hal itu juga menjadi kabar baik bagi pasar negara berkembang termasuk Indonesia. "Likuditas dolar akan sangat cari," ucap Hans.
Namun lebih jauh Hans memprediksi, sentimen global masih akan mempengaruhi pasar modal secara negatif. Seperti prediksi Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan ( OECD) dan Bank Dunia yang menujukan Ekonomi masih akan menghadapi pertumbuhan negatif menjadi sentimen negatif bagi pasar karena menandakan potensi perlambatan laba korporasi.
ANTARA | BISNIS