TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengakui belum berani meningkatkan kapasitas penumpang di dalam kereta rel listrik (KRL) di masa PSBB transisi. Saat ini, jumlah maksimal penumpang yang diangkut dalam satu kereta ialah 45 persen dari total kapasitas normal.
"Kami tidak berani meningkatkan kapasitas (penumpang). Banyak yang minta, tapi kami sudah diskusikan dengan pakar, risiko angkutan KRL ini cukup tinggi," tutur Zulfikri dalam diskusi virtual bersama Media Indonesia, Jumat, 12 Juni 2020.
Zulfikri mengklaim, Kementeriannya telah memikirkan alternatif lain untuk mengurai antrean penumpang yang terjadi di simpul-simpul transportasi atau di luar armada. Khususnya di stasiun tersibuk seperti Bogor.
Menurut Zulfikri, saat ini antisipasi yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah waktu operasional kereta api, baik pada jam sibuk maupun jam lengang. Penambahan tersebut dipastikan telah melalui simulasi untuk merekayasa kepadatan pada jam-jam padat penumpang.
Dengan peningkatan frekuensi pada masa PSBB transisi, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) tercatat menjalankan 940 rangkaian KRL per hari. Sedangkan pada masa PSBB sebelumnya, kereta perkotaan yang beroperasi hanya mencapai 740 rangkaian per hari.
Kemudian, Zulfikri menyebut Kementerian Perhubungan telah meminta bantuan entitas lain untuk mengurai kepadatan dengan pendekatan sifting melalui penyediaan bus-bus bantuan. "Jadi bagaimana kami memanajeemn demand," tuturnya.
Pada Senin, 8 Juni lalu, terpantau terjadi lonjakan penumpang di sejumlah stasiun KRL. Lonjakan terjadi tepat di hari pertama penerapan PSBB transisi. Pada hari itu, PT KCI mencatat jumlah pengguna mencapai 300.029 orang. Penumpukan penumpang di stasiun utamanya terjadi saat pagi dan sore.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA