TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengungkapkan maksud pertemuan antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri BUMN Erick Thohir. Pertemuan itu terjadi di Kantor Kementerian BUMN, Kamis, 11 Juni 2020.
Dahnil mengatakan Prabowo ingin kedua kementerian memperkuat klaster industri pertahanan dalam negeri, khususnya BUMN. Upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan impor alat utama sistem senjata (alutsista).
"Pak Prabowo ingin memastikan BUMN kita siap memproduksi alutsista tertentu sehingga kita tidak perlu impor lagi," tutur Dahnil saat dihubungi Tempo pada Jumat, 12 Juni 2020.
Dahnil mengungkapkan, keinginan ini juga sejalan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 April 2020, impor senjata oleh Indonesia naik lebih dari 7.000 persen dari bulan sebelumnya, yakni Februari 2020.
Bahkan, BPS mencatat impor produk senjata dan amunisi serta bagiannya meningkat di tengah Covid-19. Sepanjang Maret 2020, BPS memaparkan nilai impor senjata mencapai US$ 187,1 juta atau naik hingga 7.384 persen dibandingkan Februari 2020 yang hanya US$ 2,5 juta. Angka US$ 187,1 juta ini juga naik 8.809 persen dibandingkan Maret 2019 yang hanya US$ 2,1 juta.
Rencana penguatan industri pertahanan sejatinya sudah disinggung Erick sejak Januari lalu. Kala itu, Erick meminta Prabowo membikin blue print agar sektor industri pertahanan di Indonesia maju.
"Saya paparkan ke Menteri Pertahanan, kalau mau maju perlu ada blue print untuk 10-15 tahun ke depan," ujar Erick di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, 23 Januari.
Erick Thohir mengatakan pemerintah sedang berfokus menggenjot kapasitas produksi pertahanan. Menurut dia, seumpama produksi tak dijaga, industri pertahanan akan loyo.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA