TEMPO.CO, Jakarta - Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede memproyeksikan pemulihan ekonomi Indonesia akan terjadi hingga ditemukan vaksin Covid-19. "Ini mungkin butuh waktu setengah hingga satu tahun lagi, tahun 2022 hingga 2023 baru dia kembali ke pra Covid-19," ucapnya dalam webinar di Jakarta, Selasa, 9 Juni 2020.
Dalam hitungannya, jika vaksin ditemukan pada 2021, maka perekonomian di Tanah Air diprediksi baru akan pulih sebagian. Hal ini didasari oleh pola perkembangan perekonomian sejak terdampak pandemi Corona pada Maret 2020 hingga ekonomi Indonesia merosot pada posisi terbawah pada April-Mei 2020.
Per Juni 2020 ini, menurut mantan komisaris utama PT Perusahaan Pengelola Aset atau PT PPA tersebut, perekonomian mulai bergerak menanjak namun belum pulih sepenuhnya sampai vaksin itu ditemukan. Pemerintah dalam hal pemulihan ekonomi ini mematok pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pengurangan kemiskinan.
Untuk itu, dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pemerintah mengalokasikan dana total Rp 677,2 triliun termasuk kesehatan Rp 87,55 triliun. Selain itu, untuk perlindungan sosial dialokasikan Rp 204 triliun dan sektor riil atau usaha mencapai Rp 384,4 triliun.
Lebih jauh Raden menyebutkan, upaya mendorong perekonomian tak hanya berasal dari pemerintah, tapi juga swasta. "Ini yang diharapkan menjadi pemicu untuk menggerakkan kita tumbuh ke depan," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, Agus Joko Pramono memperingatkan pemerintah soal pengelolaan anggaran PEN. Dia mengingatkan pemerintah bahwa Program PEN ada kesamaan dengan awal-awal terjadinya kasus BLBI dan Bank Century.
"Ini tampaknya juga terjadi sekarang kami sudah berikan warning kepada pemerintah. Angka yang dibutuhkan pada PEN sekarang terus meningkat, karena tidak memitigasi dulu besarannya sebelum membuat kebijakan," kata Agus dalam diskusi virtual, Selasa, 9 Juni 2020.
BPK, kata dia, sudah menyampaikan kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan, bahwa sebelum membuat kebijakan harus dimitigasi terlebih dahulu tingkat kedalaman dari kebijakan tersebut. Khususnya beban terhadap keuangan negara.
ANTARA | HENDARTYO HANGGI