TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan Kementerian Perdagangan tengah menyiapkan aturan soal ekspor Alat Pelindung Diri buatan dalam negeri. Pasalnya, saat ini beleid dari Kemendag masih melarang ekspor APD lokal.
"Kami sedang mengevaluasi apabila produksi ini bisa diserap, kalau tidak bisa diserap, dengan ekspor. Nah ini memang beberapa negara sudah ada, artinya 50:50, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri 50 persen dari yang mau diekspor, ini kami sedang buat aturannya bersama dengan Kemenkeu khususnya Bea Cukai," ujar dia dalam konferensi video, Selasa, 9 Juni 2020.
Agus mengatakan saat ini sudah banyak pihak, termasuk produsen APD, yang meminta agar keran ekspor dibuka agar produksi lokal bisa terserap seluruhnya oleh pasar. Namun, ia mengatakan kebijakan tersebut perlu dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga lainnya.
"Kita ini butuh sekali ekspor, tapi BNPB sebagai gugus depan Covid, jadi akan kami bahas dengan kementerian lain, lalu kita bahas soal lartas (larangan dan pembatasan) dan impor," tutur Agus. Beberapa hal yang perlu dibahas, menurut dia, adalah terkait pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Saat ini, kata Agus, pemerintah masih memprioritaskan kebutuhan dalam negeri sebelum bisa mengekspor. Karena itu, ia akan terlebih dahulu meninjau penyerapan produksi dalam negeri terlebih dahulu. Apabila tidak terserap semua, baru lah produksi akan diekspor.
Selain soal ekspor, Kemendag saat ini akan mengevaluasi kebijakan kemudahan impor alat kesehatan. "Kalau sudah bisa produksi, maka impor akan kami kendalikan dan dalam negeri kami prioritaskanm" ujar Agus.
Ia mengatakan saat ini masih ada beberapa kebutuhan alat kesehatan seperti alat uji cepat dan tes PCR, serta ventilator yang belum bisa dipenuhi kebutuhannya dari dalam negeri, sehingga masih perlu mengimpor.
Dalam lain kesempatan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, saat ini terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall/protective suite, surgical gown dan surgical mask. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebesar 1,96 miliar buah untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2 juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall).
“Gerak cepat yang dilakukan oleh industri tekstil dalam negeri, baik yang skala besar maupun rumahan, membuat banjir produksi APD seperti masker medis, sehingga perlu dicarikan solusi untuk pemasaran,” tuturnya.
APD yang diproduksi industri lokal tersebut, mampu memenuhi persyaratan medis menurut standar WHO. Bahkan, beberapa produk dalam negeri itu juga telah lulus uji ISO 16604 standar level tertinggi WHO (premium grade) yang dilakukan di lembaga uji di Amerika Serikat dan Taiwan, sehingga dapat aman digunakan oleh tenaga medis di seluruh dunia.
Adapun tiga produk baju APD berbahan baku dalam negeri dan diproduksi oleh industri nasional yang sudah mencapai standar internasional, yaitu baju APD dari PT Sritex, PT SUM dan Leading Garmen serta PT APF dan Busana Apparel, yang semuanya telah lolos uji standar ISO 16604 Class 2 bahkan lebih tinggi.
“Jadi, oversupply ini perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan yang tepat agar potensi ekspor yang sangat besar ini bisa dimanfaatkan. Kebutuhan dunia yang semakin meningkat dapat menjadi trigger agar industri dalam negeri dapat bertahan, sekaligus tetap berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Agus.
CAESAR AKBAR