TEMPO.CO, Jakarta - Dua anak buah kapal (ABK) Indonesia diduga mengalami penyiksaan di kapal ikan Cina, LU QIAN YUA YU 901. Keduanya adalah Reynalfi asal Pematang Siantar, Sumatera Utara dan Andri Juniansyah asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Tempo menghimpun keterangan dari Destructive Fishing Watch (DFW), laporan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai kronologi perjalanan kedua ABK hingga akhirnya melompat ke laut di Selat Malaka.
24 Januari 2020
Kedua ABK mulai berangkat untuk melaut. BP2MI melaporkan bahwa kedua ABK sempat diwawancara terlebih dahulu sebelum kemudian melaut.
Saat itu, kedua ABK ini sempat dijanjikan bekerja di pabrik konveksi di Korea Selatan. Total ada lima ABK lainnya dalam satu rombongan, termasuk Reynalfi dan Andri. Mereka dijanjikan mendapat gaji Rp 25 juta per bulan. Tapi, mereka harus membayar setoran awal, Andri membayar Rp 40 juta dan Reynalfi Rp 45 juta.
Kedua ABK ini diberangkatkan dari tempat, agen, dan waktu yang berbeda. Reynalfi diberangkatkan oleh agen di Tegal. Sementara Andri Juniansyah diberangkatkan oleh agen dari Jakarta.
Barulah kedua ABK berangkat ke Jakarta, untuk sama-sama dibawa ke tujuan pertama, Singapura. Di Singapura, keduanya dijemput kapal kecil LU QIAN YU 213 untuk kemudian di bawah ke atas kapal ikan Cina, LU QIAN YUA YU 901.
Mereka dijanjikan bersandar di Korea Selatan dan bisa melarikan diri. Nantinya, Reynalfi dan Andri akan dijemput oleh Mr. Chong. Dari dari Singapura, kapal LU QIAN YUA YU 901 bukannya bergerak ke arah Vietnam lalu ke Korea Selatan, tapi sebaliknya ke arah Sumatera Utara atau Samudera Hindia.
Barulah selama di atas kapal, mereka mengalami kekerasan, kurang istirahat, gaji tak dibayar, dan handphone disita. Hingga kemudian, kapal mereka terus bergerak dan sampai di Selat Melaka, antara Provinsi Riau dan Malaysia.
5 Juni 2020
Karena diduga tak tahan atas siksaan di atas kapal, Reynalfi dan Andri memilih untuk melompat ke laut. Mereka mengapung di atas laut selama 7 jam.
6 Juni 2020
Pada Sabtu dini hari pukul 3, mereka ditemukan nelayan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.
Keduanya pun kemudian diselamatkan nelayan dan dibawa ke Polsek Tebing Karimun. Polsek ini terletak di Pulau Karimunbesar, berhadapan langsung dengan Singapura. Lalu, petugas dari UPT BP2MI Tanjungpinang, Kepulauan Riau pun menemui Reynalfi dan Andri.
Di sana, kedua ABK memberikan keterangan kepada kepolisian.
Dalam keterangan, Reynalfi dan Andri membenarkan jika masih ada ABK Indonesia lain, selain mereka yang masih berada di atas kapal LU QIAN YUA YU 901.
Selain memberikan keterangan kepada polisi, keduanya sempat menjalani rapid test Covid-19 dan hasilnya non-reaktif. Setelah itu, Reynalfi dan Andri dibawa ke Shelter BP2MI di Tanjungbalai Karimun, lalu kemudian dibawa ke shelter PMIB (Pekerja Migran Indonesia Bermasalah) di Batam.
8 Juni 2020
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan kedua ABK siap untuk dipulangkan ke kampung halaman mereka masing-masing. Menurut dia, biaya pemulangan harus ditanggung oleh perusahaan penyalur dan akan dikawal oleh BP2MI sampai ke kampung halaman.
Di saat yang bersamaan, Benny meminta bawahannya mengumpulkan data terkait kasus ini untuk segera dilaporkan secara resmi ke Bareskrim Polri.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi juga mengatakan ada unsur penipuan yang mengakibatkan eksploitasi terhadap kedua ABK. Andreau menyebut keduanya direkrut dua perusahaan yang beralamat di Jakarta. "Unsur TPPO (TIndak Pidana Perdagangan Orang) sanbat mungkin dan terpenuhi untuk kasus ini." kata dia.
Tempo mengkonfirmasi kasus ini kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Dari hasil pelacakan sementara, ternyata perusahaan ini tidak masuk dalam daftar P3MI alias Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
"Izinnya tidak ada pada Kemenaker," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Sampai saat ini pun, Tempo masih berupaya menghubungi perusahaan yang menjadi penyalur kedua ABK.
FAJAR PEBRIANTO