TEMPO.CO, Jakarta - Dua orang anak buah kapal (ABK) Indonesia asal Nusa Tenggara Barat (NTB) Andri Juniansyah dan asal Pematang Siantar, Sumatera Utara, Reynalfi menjadi korban penyiksaan di kapal ikan Cina, LU QIAN YUA YU 901. Dari pengakuan korban, ternyata bukan mereka berdua saya orang Indonesia yang ada di bekerja di kapal tersebut.
"Masih ada ABK WNI lainnya di kapal tersebut," demikian laporan yang disampaikan oleh UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tanjungpinang, Kepulauan Riau yang diterima Tempo di Jakarta, Senin, 8 Juni 2020.
Tapi belum ada rincian berapa banyak ABK Indonesia yang masih berada di atas kepal tersebut. Hanya saja, BP2MI telah berkoordinasi dengan Polsek Tebung Karimun. Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan juga melaporkan bahwa Polda Kepulauan Riau sudah menangani kasus ini.
Sebelumnya, penyiksaan terhadap kedua ABK WNI ini dilaporkan terbaru dari Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan Fisher Center Bitung. Lima bulan bekerja sejak 24 Januari 2020, keduanya disebut tidak pernah menerima gaji. Bahkan, mereka justru mengalami kekerasan fisik dan intimidasi di atas kapal.
Puncaknya pada Jumat, 5 Juni 2020. Andri dan Reynalfi melompat ke laut saat kapal melintasi Selat Malaka, di antara Provinsi Riau dan Malaysia. Setelah 7 jam mengapung, mereka pun akhirnya ditemukan dan mendapat pertolongan dari nelayan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.
Dalam laporannya, UPT BP2MI Tanjungpinang juga menyebut kedua ABK ini mengalami kekerasan, kurang istirahat, gaji tak dibayar, dan handphone pun disita. Kini, kedua ABK sudah berada di bawah perlindungan BP2MI dan siap untuk dipulangkan ke NTB.
Sementara itu bagi Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, kasus ini bukanlah yang pertama. Mereka mencatat sudah 31 ABK yang menjadi korban dalam delapan bulan terakhir, November 2019 sampai Juni 2020. 21 di antara mereka selamat, 7 meninggal dunia, dan 3 hilang.