TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menyebutkan sedikitnya ada sembilan negara yang paling sering menuduh Indonesia melakukan diskriminasi dagang. Negara-negara itu menuduh Indonesia menggunakan instrumen yang sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat seperti bea masuk antidumping (BMAD), bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.
Srie merincikan kesembilan negara itu adalah India, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Turki, Malaysia, Filipina, Afrika Selatan, dan Brasil. "India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 37 kasus, Australia 28 kasus, Turki 23 kasus, Malaysia 19 kasus, Filipina 15 kasus, Afrika selatan 14 kasus, Brasil 11 kasus, dan lainnya 90 kasus," kata Srie Agustina dalam webinar 'Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan' di Jakarta, Senin, 8 Juni 2020.
Negara-negara tersebut, kata Srie, sering menuduh Indonesia melakukan dumping atau menjual produk dengan harga lebih murah dari normalnya. Kemudian melakukan ekspor produk yang sudah disubsidi oleh pemerintah, dan juga mengekspor dalam jumlah yang sangat besar terhadap tujuan ekspor.
Lebih jauh, Srie menyebutkan, produk-produk ekspor asal Indonesia yang paling sering jadi sasaran tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard di antaranya adalah baja, tekstil, kayu, produk kimia dan mineral. "Kelompok produk Indonesia yang paling rentan mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja 63 kasus, tekstil 55 kasus, kayu 52 kasus, produk kimia 50 kasus, mineral 37 kasus," tutur Srie.
Menurut Srie, dari 212 jumlah inisiasi penyelidikan anti dumping, sebanyak 140 kasus atau sekitar 66 persen dari inisiasi berakhir pada pengenaan BMAD. Artinya, tuduhan anti dumping tersebut yang berhasil dipaparkan di tengah jalan dalam proses penyelidikannya adalah 34 persen.
Sementara itu, negara-negara di dunia yang sering menjadi target pengenaan BMAD yaitu Cina mencapai 1.008 kasus, Korea 283 kasus, Taipei 210 kasus, Amerika Serikat 189 kasus, Jepang 164 kasus, Thailand 161 kasus, India 144 kasus, dan Indonesia 140 kasus. "Kita mengambil sisi positifnya, karena Indonesia juga dipandang sebagai kekuatan setara dengan negara-negara industri dunia tersebut, karena Indonesia sendiri menduduki peringkat ke delapan," kata Srie.
Sementara untuk tuduhan anti subsidi, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara yang paling sering menjadi objek tuduhan anti subsidi. Selain itu Indonesia merupakan negara ketujuh terbesar yang paling sering digunakan BMI setelah Cina, India, Korea, Uni Eropa, Brasil, dan Italia.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat selama lima tahun terakhir, ada peningkatan pengenaan BMAD, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dan Bea Masuk Imbalan (BMI) global. Bila pada 2013 hanya ada 182 kasus, namun dalam rentang 2018-2019 tuduhan ini meningkat 36 persen menjadi 244 kasus.
ANTARA