TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal Cina terus berulang. Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat sudah 31 ABK yang menjadi korban dalam delapan bulan terakhir, sejak November 2019 sampai Juni 2020.
"Atas banyaknya kejadian ini, DFW Indonesia meminta pemerintah secepatnya melakukan moratorium pengiriman ABK ke luar negeri, terutama yang bekerja di kapal ikan Cina," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhudan dalam keterangan resmi di Jakarta, Sein, 8 Juni 2020.
Terbaru, kekerasan dialami oleh dua ABK bernama Reynalfi dan Andri Juniansyah di kapal ikan Cina Lu Qian Yua Yu 901. Jumat, 5 Juni 2020, mereka melombat ke laut di Selat Malaka dan diselamatkan oleh nelayan Tanjung Baai Karimun, Kepulauan Riau.
Selama delapan bulan ini, DFW telah mencatat satu per satu korban yang berjatuhan. Sebanyak 21 ABK selamat, 7 meninggal dunia, dan 3 hilang. Mereka menjadi ABK setelah direkrut oleh beberapa penyalur.
Pertama, Abdi menyebut ada 18 kasus yang dicatat DFW dari keterangan yang sudah diproses oleh Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri.
1. PT Alfira Perdana Jaya
Enam dari 31 korban ABK Indonesia yang mengalami penyiksaan, direkrut oleh perusahaan ini. Lima di antara mereka selamat yaitu A Faisal, Nur Adi Wijaya, Ceri Kurniawan, Aditya Purnomo, dan Aldi Renadi. Sementara satu orang lainnya meninggal dunia yaitu Al Fatah.