TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pembayaran kompensasi untuk PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tidak masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional alias PEN.
"PEN itu yang Covid related, kompensasi untuk PLN dan Pertamina tidak masuk PEN," ujar dia dalam konferensi video, Kamis, 4 Juni 2020. Ia mengatakan pembayaran kompensasi itu adalah pemenuhan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang mengharuskan pemerintah membayarkan utang kompensasi.
Kompensasi itu dibayarkan apabila subsidi untuk Badan Usaha Milik Negara lebih kecil daripada realitanya. Artinya, pada realisasinya kocek yang dikeluarkan perseroan lebih tinggi dari yang dianggarkan pada APBN.
Selama ini, kata Febrio, pemerintah seakan-akan menunda pembayaran kompensasi kepada perseroan lantaran melihat dua perusahaan pelat merah itu masih cukup kuat menanggung beban keuangan tersebut. Namun, dalam kondisi saat ini, ia melihat perseroan membutuhkan dukungan pemerintah. Sehingga, kompensasi tersebut disiapkan untuk menunaikan kewajiban pemerintah.
"Kami tidak klaim kompensasi sebagai pemulihan ekonomi nasional. itu kewajiban pemerintah untuk dibayar, PEN tidak termasuk itu. PEN adalah apa yang dilakukan perbaiki perekonomian akibat Covid-19," ujar Febrio.
Pemerintah menganggarkan Rp 90,42 triliun untuk pembayaran kompensasi kepada PLN dan Pertamina. Rinciannya, Pertamina akan mendapat Rp 45 triliun, sementara PLN akan mendapat Rp 45,2 triliun.
Berdasarkan bahan pemaparan BKF, untuk PLN pembayaran kompensasi diusulkan di bayar penuh pada tahun ini. Adapun untuk Pertamina disarankan dibayarkan 50 persen pada tahun ini dan sisanya diangsur sampai dengan 2022.