TEMPO.CO, Jakarta – Berbagai maskapai penerbangan domestik masih sulit membuka layanan dengan adanya aturan pembatasan penumpang yang ketat. Tiga maskapai Grup Lion Air, yaitu Lion Air, Batik Air, dan Wings Air, misalnya, memutuskan kembali membekukan operasi setelah sempat membuka kembali layanan pada Senin lalu.
Presiden Direktur Lion Air, Edward Sirait, mengatakan perusahaannya harus kembali menutup penerbangan karena masih banyak penumpang yang kesulitan menunaikan persyaratan bepergian. Skema serupa sempat diterapkan pada 27-31 Mei lalu. “Kami tetap keluar biaya lagi walau ada penumpang tak jadi terbang,” ucapnya kepada Tempo Rabu 3 Juni 2020.
Menurut dia, sosialisasi aturan terbang di masa pandemi sudah digencarkan manajemen sejak lama. Namun dari evaluasi saat terbang lagi, masih banyak penumpang yang tak lolos persyaratan. Dalam skema yang ditentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penumpang harus melengkapi dokumen pembuktian.
Perjalanan dibatasi hanya untuk urusan dinas penanggulangan pandemi Covid-19, kunjungan keluarga yang meninggal, program pemulangan warga negara Indonesia dari luar negeri, serta keperluan lain di luar mudik. Larangan mudik sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 pun masih diperpanjang hingga 7 Juni mendatang.
Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, menimpali bahwa okupansi armada yang diharapkan entitasnya selalu jauh dari kapasitas yang tersedia. “Kan pembukuan kami tergantung pemesanan (booking) dan actual check in,” katanya. “Penumpang juga diimbau berangkat 4 jam sebelum boarding untuk proses verifikasi, yang lolos terbang tetap sedikit.”
Danang menolak membeberkan hasil evaluasi Grup Lion sejak 1 Juni lalu. Namun, dia mencontohkan ketidakseimbangan operasi dengan penerbangan Boeing 737-900 ER berkapasitas 215 kursi. Hanya ada sekitar 100 kursi yang bisa dipesan karena okupansi tengah dibatasi hingga 50 persen. “Meski booking penuh, ternyata yang terbang mungkin hanya separuhnya.”
Adapun PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih tetap terbang sambil menjalankan berbagai langkah penghematan keuangan, termasuk memangkas karyawan berstatus kontrak alias Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI), mengungkapkan ada setidaknya 800 karyawan yang terdampak.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan manajemennya menyelesaikan kontrak lebih awal pada sejumlah penerbang. Kebijakan itu, dia melanjutkan, sudah melalui pertimbangan matang. "Ini keputusan berat. Garuda tetap memenuhi kewajiban sesuai masa kontrak yang berlaku," ucapnya.
Anak usaha Garuda Indonesia di segmen penerbangan murah, Citilink Indonesia, juga baru dijadwalkan kembali terbang pada 1 Juni, setelah menghentikan layanan sejak 22 Mei 2020. Adapun AirAsia Indonesia baru akan kembali membuka layanan rute domestik dan internasional pada 8 Juni mendatang
Ketua Umum Persatuan Maskapai Penerbangan (Indonesia National Air Carriers Association/INACA), Denon Prawiraatmadja, mengatakan jumlah penumpang tak hanya tergerus oleh persyaratan terbang, namun juga karena kekhawatiran terhadap risiko penularan wabah. “Orang tak mau pergi jika tidak karena urusan yang penting sekali. Wajar semakin sepi," ucap Denon.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS