TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengkritik besarnya stimulus yang dialokasikan pemerintah dalam APBN untuk perusahaan BUMN di tengah pandemi virus corona. Musababnya, anggaran itu lebih besar ketimbang bantuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor yang paling terdampak, yakni UMKM.
Faisal pun mensinyalir ada agenda politik di balik penggelontoran stimulus jumbo kepada perusahaan pelat merah ini. "Ini menutupi borok-borok pemerintah lewat BUMN. Karena kalau BUMN gagal bayar, (pemerintah) hancur lebur," tutur dia dalam diskusi yang digelar secara virtual bersama Kahmi Preneur, Senin, 1 Juni 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun Faisal Basri, saat ini pemerintah berencana mengucurkan anggaran sebesar Rp 152,15 triliun untuk BUMN. Sebanyak Rp 25,27 triliun digelontorkan untuk lima perusahaan pelat merah dalam bentuk dana penyertaan modal pemerintah (PMN). Di antaranya PLN, Hutama Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, Permodalan Nasional Madani, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia.
Sedangkan Rp 94 triliun lainnya diberikan sebagai bentuk pembayaran kompensasi untuk Pertamina, PLN, dan Bulog. Selanjutnya, dana talangan investasi senilai Rp 32 triliun diberikan kepada Bulog, Garuda Indonesia, PTPN, PT Kereta Api Indonesia, Krakatau Steel, dan Perum Perumnas dengan besaran yang bervariasi.
Faisal menengarai, dana talangan investasi ini nantinya akan dipakai untuk membayar utang-utang perseroan yang hampir jatuh tempo. Misalnya Garuda Indonesia yang tenggat pembayaran utangnya senilai US$ 500 juta jatuh pada Juni ini. Belum lagi proyek-proyek Hutama Karya yang menurut Faisal sarat kepentingan di balik layar.
"Ini konsekuensi buruknya praktik fiskal yang harus dicermati. Jadi, APBN ini hanya digunakan untuk menopang proyek strategis nasional yang di belakangnya adalah kelompok kepentingan. Kalau proyek enggak jalan, mereka enggak dapat tip," tuturnya.
Padahal, menurut Faisal, tidak semua anggaran yang digelontorkan untuk BUMN itu berkaitan dengan pencegahan Covid-19. Faisal pun meminta pemerintah lebih memfokuskan perhatiannya untuk sektor yang paling terimbas. Selain UMKM, ia menyebut sektor pertanian untuk subsektor tanaman pangan tengah mengalami pukulan lantaran pertumbuhannya minus 10,31 persen.