TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani khawatir dengan keinginan pemerintah untuk segera menjalankan kondisi normal baru atau new normal di tengah pandemi corona. Musababnya, protokol normal baru sudah dibahas saat kurva penyebaran virus corona di Indonesia belum melandai.
"Saya agak worry new normal ini malah akan menimbulkan banyak kasus baru, meski tujuan bagus untuk sektor ekonomi. Dibutuhkan kesiapan dari semua pihak," ujar Aviliani dalam diskusi yang dilakukan secara virtual, Jumat, 29 Mei 2020.
Aviliani mengungkapkan, saat ini kondisi virus corona di Indonesia belum seperti negara-negara lain. Beberapa negara yang sudah melonggarkan lockdown, kata dia, angka kasus penularan virusnya telah menurun drastis dari 1.000 kasus menjadi 200-300 per hari.
Sementara itu di Indonesia, Aviliani memandang kasus corona belum mencapai puncak hingga akhir Mei ini. "Kalau dilihat diagram, kita ini masih sampai di setengah puncak. Jika sudah akan new normal, kan seharusnya grafiknya sudah landai," tuturnya.
Aviliani cemas penetapan normal baru dengan momentum yang tidak tepat justru akan menimbulkan efek gelombang wabah kedua. Padahal saat ini, ilmuwan dunia belum juga menemukan vaksin untuk virus corona. Di samping itu, penegakan aturan protokol kesehatan di Indonesia juga belum optimal dilakukan.
Aviliani melanjutkan, jumlah tenaga medis dan rumah sakit darurat corona pun dinilai masih minim. Ditambah lagi, pengetesan terhadap spesimen orang yang terindikasi tertular corona masih terlampau sedikit.
Seandainya gelombang virus corona terjadi untuk kedua kalinya, dia memprediksi keadaan yang dihadapi negara menjadi semakin sulit. Namun, dia mengungkapkan, seumpama new normal harus segera dilaksanakan, upaya itu mesti diikuti dengan kesiapan semua pihak, khususnya sektor usaha.
Salah satunya, kata dia, perusahaan perlu membuat standar operasional prosedur. Standar ini disusun mulai ketika karyawan datang ke kantor hingga saat mereka pulang. Masing-masing perkantoran juga disarankan memiliki sarana kesehatan yang memadai.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA