TEMPO.CO, Jakarta - Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto membagikan tip bagi calon investor yang hendak berinvestasi reksa dana. Belakangan ini, reksa dana menjadi isu hangat di masyarakat lantaran beberapa isu, mulai dari pembekuan hingga dugaan gagal bayar
Eko mengatakan peristiwa-peristiwa tersebut bisa menjadi pelajaran agar calon nasabah lebih berhati-hati dan teliti dalam memilih pengelola reksa dana. "Calon nasabah harus melihat melihat sejarah dari manajer investasi," ujar Eko kepada Tempo, Kamis, 28 Mei 2020.
Sejarah yang dimaksud Eko adalah sejarah bisnis, sejarah pekerjaan, hingga kinerja dari manajer investasi. Reputasi dari pengelola juga bisa menjadi pertimbangan calon nasabah sebelum menyetorkan modalnya. "Jadi jangan hanya lihat soal hasilnya."
Calon nasabah bisa melihat kewajaran kinerja manajer investasi melalui sejumlah indikator, misalnya melalui kinerja nilai aktiva bersih atau NAB. NAB per unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu reksa dana setelah dikurangi biaya operasional dan dibagi jumlah unit penyertaan yang telah beredar.
Di samping itu, Eko mengatakan calon investor juga bisa melihat berapa lama manajer investasi yang dibidik telah bekerja dan bagaimana harga di setiap periode. Pertumbuhan dana kelolaan manajer investasi juga bisa menjadi poin pertimbangan. "Misalnya dia sudah berjalan lima tahun lalu harganya tetap di situ-situ saja, berarti kan kinerjanya tidak bagus atau ada kesalahan harga. kita tak tahu dalamnya bagaimana, tapi nasabah kan bisa curiga."
Sampai saat ini, Eko melihat reksa dana masih menjadi produk investasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Terlebih, masih ada Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator yang bertugas mengawasi dan mengatur instrumen invetasi tersebut.
"Jadi minimum kalau ada apa-apa kita bisa bertanya ke mereka, berbeda dengan investasi forex di luar negeri atau di internet itu kan enggak jelas siapa regulatornya, itu lebih berbahaya," ujar Eko. Dengan adanya regulator, para nasabah bisa merasa lebih aman. Misalkan saja menarik dana dan uangnya tak kunjung cair, nasabah bisa bertanya kepada OJK.
Di samping itu, Eko mengatakan sistem reksa dana di Indonesia pun mewajibkan manajer investasi untuk membeli kembali produknya apabila nasabah hendak menjual. Walaupun, uang yang kembali belum tentu sama persis dengan nilai pembelian karena bergantung kapada fluktuasi harga di pasar. "Uang bisa kembali, kecuali ada penyelewengan."
Adapun suspensi yang terjadi baru-baru ini, misalnya pada produk-produk Sinarmas Asset Management, menurut Eko, adalah bagian dari perlindungan nasabah oleh OJK. Suspensi dilakukan untuk meminta penjelasan dari pemilik produk apabila regulator merasa ada sesuatu yang tidak benar atau tidak sesuai aturan. Penghentian itu pun hanya dilaksanakan sementara.
"Sepanjang MI-nya tidak ditutup regulator sebenarnya tidak masalah. Karena MI kan hanya pengelola. Hanya pihak yang membantu nasabah berinvestasi. Investasi tetap punya nasabah," ujar Eko. Karena itu, ia menyarankan kepada nasabah untuk tidak terburu-buru menjual investasinya tersebut apabila belum benar-benar dibutuhkan.
Beberapa waktu terakhir ini terpantau ada sejumlah insiden di investasi reksa dana. Misalnya pada Selasa lalu, ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mensuspensi pembelian dan switching untuk 7 produk kelolaan manajer investasi PT Sinarmas Asset Management. Menurut pihak Sinarmas AM, hal ini terjadi karena volatilitas harga obligasi dan mengetatnya likuiditas di pasar saat ini telah membuat perseroan kesulitan mencapai harga jual wajar.
Belum lagi, sejak tahun lalu, ada beberapa kasus dugaan gagal bayar investasi reksa dana. Misalnya saja kasus dugaan gagal bayar reksa dana Narada, Emco Asset Management, hingga Kresna Asset Management. Pada kasus Emco, produk reksa dana ditawarkan dengan imbal hasil tetap 10-10,5 persen dengan tenor tiga hingga dua belas bulan.
CAESAR AKBAR | BISNIS