TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan rencana kehadiran 500 tenaga kerja asing TKA Cina sekitar akhir Juni atau awal Juli adalah untuk mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi RKEF.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan teknologi RKEF bisa membangun secara ekonomis, cepat, dan memiliki standar lingkungan yang baik. Teknologi itu juga menghasilkan produk hilirisasi nikel yang bisa bersaing di pasar internasional.
"Kenapa butuh TKA dimaksud? Karena mereka bagian dari tim konstruksi yang akan mempercepat pembangunan smelter dimaksud. Setelah smelter jadi, maka TKA tersebut akan kembali ke negara masing-masing. Pada saat operasi, mayoritas tenaga kerja berasal dari lokal," kata Jodi lewat keterangan tertulis pada Kamis, 28 Mei 2020.
Ia mencontohkan di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, yang saat ini mayoritas sudah beroperasi secara penuh. Di sana perusahaan mempekerjakan 39.500 tenaga kerja lokal dan 5.500 TKA.
"Jadi jumlah TKA kira-kira 12 persen dari total pekerja, saya yakin jika proses pembangunan smelter yang baru sudah selesai jumlahnya pun akan turun," kata Jodi.
Jodi menuturkan, penciptaan lapangan kerja adalah prioritas utama dari pemerintah. Ia meminta agar hal itu tidak dibalik dengan informasi yang menyesatkan.
Ia menambahkan, apa yang dijalankan pemerintah sekarang adalah implementasi secara konsisten dari semangat Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor mineral mentah yang dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya.
"Pemerintah sekarang yang mengeksekusi. Hasilnya, selain penyerapan tenaga kerja lokal seperti yang sudah saya jelaskan, adalah devisa ekspor. Pada 2014, ekspor besi baja sebagai produk hilirisasi nikel ini hanya 1,1 miliar dolar AS, di 2019 angkanya melonjak menjadi 7,2 miliar dolar AS," katanya.