TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis defisit neraca transaksi berjalan Indonesia sepanjang tahun ini bisa terjaga di bawah 2 persen dari Produk Domestik Bruto.
Perkiraan itu muncul setelah pada tiga bulan pertama tahun ini defisit tersebut bisa terjaga sebesar US$ 3,9 miliar atau 1,42 persen dari Produk Domestik Bruto. "Jadi tahun ini Insya Allah defisit transaksi berjalan akan tetap terkendali di bawah 2 persen dari PDB," ujar Perry dalam konferensi video, Kamis, 28 Mei 2020.
Perry mengatakan faktor pertama yang mendorong rendahnya defisit transaksi berjalan adalah lebih tingginya neraca perdagangan barang. Pada triwulan I 2020, neraca perdagangan barang Indonesia adalah sebesar US$ 4,4 miliar. Angka tersebut membaik dari tahun lalu yang sebesar US$ 1,3 miliar.
"Jadi neraca perdagangan itu membaik, memang ekspor sedikit peningkatan, tapi yang paling utama penurunan impor," ujar Perry. Impor pada tiga bulan pertama 2020 adalah sebesar US$ 37,3 miliar atau lebih rendah dari tahun lalu yang US$ 39,9 miliar.
Faktor kedua adalah lebih rendahnya perkiraan realisasi defisit neraca jasa. Sebabnya, adanya Covid-19 menyebabkan pergerakan manusia di pariwisata, baik dari luar ke dalam negeri maupun sebaliknya menjadi terbatas. "Baik pariwisata, termasuk juga kegiatan ibadah umrah dan lainnya," tutur dia.
Faktor ketiga, ujar Perry, adalah lebih rendahnya pendapatan primer, termasuk di dalamnya adalah pembayaran bunga. Hal tersebut berkaitan dengan penurunan Surat Berharga Negara yang dimiliki oleh investor asing.
Ia mengatakan adanya Virus Corona sempat menyebabkan kepanikan di pasar global. Imbasnya, ada penjualan SBN yang dimiliki asing secara besar. Kondisi tersebut mengurangi kebutuhan Indonesia untuk membayar bunga maupun deviden kepada investor asing. "Tiga faktor utama itu yang menyebabkan kenapa CAD triwulan I lebih rendah di bawah 1,5 persen dari PDB."