TEMPO.CO, Jakarta - Hingga hari ini, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI masih memiliki utang sebanyak 42 miliar. Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan angka ini adalah utang anggaran dari tahun 2019 ke 2020.
“Ini terjadi saat dirut lama, Pak Helmy Yahya,” kata Arief saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 27 Mei 2020.
Persoalan utang inilah kemudian yang menjadi salah satu tugas pertama yang dibebankan kepada Iman Brotoseno. Rabu kemarin, Iman resmi dilantik menjadi Direktur Utama Pengganti Antarwaktu TVRI untuk masa tugas 2020-2022. Dirut sebelumnya, Helmy Yahya sudah diberhentikan oleh Dewan Pengawas sejak Januari 2020.
“Terpilihnya dirut baru diharapkan dapat menyelesaikan berbagai persoalan manajemen sebelumnya,” kata Arief. Selain masalah utang, Iman juga diminta menyelesaikan masalah kesejahteraan karyawan melalui pengajuan anggaran ke Kementerian Keuangan dan masalah siaran yang bersifat kepublikan.
Sebelumnya, persoalan utang ini juga yang menjadi pemicu pencopotan Helmy Yahya. Saat itu, anggota Dewan Pengawas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko mengatakan salah satu alasan pemecatan adalah terkait dengan kontrak tayangan sepak bola Liga Inggris oleh perusahaan.
Baca Juga:
"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," ujar Pamungkas dalam rapat di Kompleks Parlemen, Selasa, 21 Januari 2020.
Pamungkas mengatakan tagihan pembayaran Liga Inggris kepada perseroan bisa semakin menumpuk. Total tagihan itu sekitar Rp 69 miliar belum termasuk pajak.
Rinciannya, angka tersebut terdiri dari Rp 27 miliar tagihan 2019, Rp 21 miliar tagihan pada Maret 2020, serta Rp 21 miliar pada September 2020, dengan masing-masing di luar biaya pajak.
Helmy Yahya telah merespons hal ini saat itu. "Stasiun TV perlu killer content dan monster program yang dibayar mahal hanya untuk supaya orang singgah di stasiun TV. Liga Inggris adalah showcase, sebuah etalase, agar orang mau masuk dan melihat program kami lainnya," tutur dia.